Kemampuan diri diuji sedemikian rupa. Bumbu-bumbu sendu datang silih berganti.
Menunggu ketetapan dalam debar. Menanti kepastian dalam samar.
Perihal jarak yang kian membatu dan juga tentang rentang waktu yang masih membeku.
Ya, semua yang kuupayakan ini adalah perihal temu, antara aku dan kamu, tanpa ia atau pun penghalang lainnya, seperti yang dulu-dulu itu.
Semoga aku dan kamu bisa segera diberi kesempatan untuk ke sekian kalinya untuk bernostalgia dengan senja dan perjalanan indah kita.
Meski sulit, semoga perasaan ragu tak lagi dilanggengkan.
Maka dari itu, asaku, engkau tak enggan menyambutku menjadi bagianmu; yang akan senantiasa menemani setiap episode ceritamu.
Buktikan! Agar aku tak enggan memupuk yakinku terhadapmu.
Akhirnya, aku kalah dengan keadaan. Lalu, ku putuskan bahwa menjauh itu bukan pilihan.
Mungkin memang seharusnya begini, berpura-pura buta agar sakit tak kembali terasa. Berlagak tuli, agar tak mendengar kecaman yang menyayat hati.
Kini, aku harus sadar diri. Aku harus tahu posisi.
Sungguh, hadirmu benar-benar memberi warna baru dalam hidupku.
Bertawar bersama kenangan ... aku bisa, kan?