Rindu ini takkan pernah pudar sebab cintamu abadi, tak terukur oleh jarak dan sadar meski ragamu tak lagi di sini
Seberapa luas dulu hutan dijarah atas nama perut sebelum diganti Tabung Gas yang konon lebih ramah lingkungan namun tidak ramah di kantong bua
Elegi ini, cintaku adalah bukti Bahwa meski ragamu tiada jiwamu abadi…..
kulacak jejak mathari/mata hati sunyi di tiap pergi
Ya Tuhan, di keheningan ini ku rasakan Betapa besar kasih-Mu pada alam dan insan
Di relung hati yang rapuh ini, kau tetap abadi Meski hanya dalam luka yang tak pernah sembuh
Angin timur berbisikdi antara pucuk - pucuk pinusmenyenandungkan elegi luka hatiketika aku dudukmenikmati senjaku sendirianSenja makin teranggemericik
Hati seorang ibu menjerit menembus langit saat ujian itu kembali menghujam jiwanya yang rapuh. Namun keyakinan pada takdir yang membuatnya bertahan
Saat seseorang terpuruk dengan ujian bertubi-tubi karena ulah buah hatinya maka pelipur lara hanyalah do'a yang melangit pada Sang Pemilik makhluk-Nya
Tenda yang penuh kenangan saat bersama dengan teman masa silam teringat kembali
Selamat jalan wahai engkau yang tak pernah lelah memperjuangkan yang Indonesia yang lebih adil.
Dalam lirih kumohonkan ampunan-Mu Sang pendosa ini ingin kembali pada terang
Perjuangan sekaligus pengorbanan seorang guru honorer yang telah mengabdi belasan tahun, terkadang mengalami dilema dengan keadaan ekonomi keluarga.
Kehijauan menyatu dengan kemistisan abadi Menyatu dengan hati, menjadi sebuah harmoni
Cinta tak bertepi ciptakan rintihan tak bersuara, hanya lengkingan dalam hati yang meronta
Baju-baju tergantung pada seutas tali yang panjangMembentang dari satu sudut ke sudut yang lainMemamerkan warna, memamerkan busana
Sang lelakai menggantungkan harap pada Juni. Semoga Juni menghapus segala elegi Mei
menceritakan tentang seseorang yang bersedih atas kehidupan nya, namun hidup harus tetap berjalan
Duh, gusti ke jurang Neraka pastinya negeri ini! Entah berapa banyak tangisan nestapa telah terjadi