Doa-doa pada bulan Ramadan. Doa-doa memenuhi angkasa. Dosa-dosa mengimpit dada
Aku mencipta puisi yang telah kehilangan daya magis karena tak mampu lagi membuatmu kembali
sembilan bulan dia rawat benih yang ada dalam rahim yang dititipkan Tuhan kepadanya tanpa pernah tahu akan menjadi apa dan seperti apa nantinya
Rindu yang terlanjur bermukim tak pernah terpengaruh musim dan tak akan pernah pergi kecuali kepada pemiliknya.
Begitulah sejatinya manusia ... Sekali lagi tak akan bisa hidup tanpa pertolongan orang lain.
Puisi religi tentang permohonan pada Tuhan YME tentang ibadah.
Puisi tentang kesepian. Seorang kesepian kembara menepis lara sembunyikan air mata pada gelapnya malam
PKL tergusur atau doa-doa yang teranaiaya sedang kabul
Terasa sudah hilang momen lebaran kali ini Tapi semua sudah usai Kembali pada kenyataan yang harus dihadapi
Biarlah malam-malam sepi ini selalu ada buatku. Untuk mengingat kembali jalan hidupku
Tak ada yang mengajakku ke pematang Tapi Aku tahu ada jejakmu disana Meski tak ada suara Bisikannmu menggema
ilustrasi berdoa.Sudah menginjak Akhir Desember 2020, sebagai seorang muslim Ber doa adalah senjata ampuh dalam mendapatkan pertolongan Allah SWT. ten
Ilustrasi. Foto oleh Renan Lima/ Pexels. "Buatlah KTP, kini saatnya kau menjadi anak panah," kata Emak di perbincangan malam. Bulan tertutup kabu
Muazin itu ayahku, terbatuk lusuh di sudut pancang rumahMu. Sambil merenggut kecewa yang sudah seminggu mendiami batinnya, ditatapinya mimbar yang kes
doa-doa menggeletar mengetuk pintu langit daritangan keriput seorang ibu tentang rindu kepada anak-anaknya adakah ramada
Ayam berkokokSuara azan menggema syahduAngin sepoi-sepoi mengetuk jendela kamarDan igauan-igauan mistik dari bibirmuFajar menyingsing,Sajadah berbaris
Malam yang basah dari titik-titik air yang menyentuh tanah, bumi nyenyak tertidur tanpa suara, desah angin lembut menyapa, adakah gerangan yang masih
sumber gambar: abuaziizah.wordpress.com - sahutan adzan telah bergemasambut iqomah berlalu sudahtergerak diri pada takbir pertamadan hujan
Oleh. Purwalodra Saya berani mengatakan hal itu karena saya kuatir, kita semua berharap dan kemudian kecewa, lalu menyalahkan Tuhan. Padahal mereka
inikah jalan kesucian memangku butiran airmata tasbih saat hati mengambil keputusan dalam kebaikan melukis kerinduan membimbing penantian