Hari ini saya berulang tahun... Tepat pada hari ibu... Hari yang selalu membuat saya ingat ibu... Sosok wanita hebat yang senantiasa saya rindu...
Yakinlah, Tuhan adalah nahkoda yang tangguh bagimu dan juga bagikuBadai dan gelombang kehidupan, tak akan membuat kita hanyut...
Maka, bolehkah aku berdiri tepat di bawah sinar bulan? Mencoba memasuki mimpi indahku di masa silam?
Wajah Mbah Guru tak pernah berdusta bak telaga jernihRiaknya bergetar halus saat disapa angin sepoi-sepoiTetap memesona di dalam ketenangannya...
Dan dari rumah tua ini aku masih terus menulis…Bersama kenangan, realita, dan juga mimpi-mimpi yang indah...
Oh, Embun…Jangan tinggalkan aku pada pembukaan pertama dari kelahiran puisiku...Jangan biarkan puisiku pupus tanpa kehadiranmu di sisiku...
Berlian benar-benar mencerminkan hati keduanya…Begitu beningnya hingga melihat sang suami seperti melihat sang istri…Demikian pula sebaliknya…
Embun akhirnya tersadar, hatinya masih terasa sakit tiap kali teringat peristiwa itu. Haruskah melupakan masa lalu untuk bisa memaafkan dengan tulus?
Jika manusia adalah rupa dan citra dari Tuhan...Mungkinkah Tuhan juga merindukan semua makhluk ciptaanNYA?Seperti kerinduan abadi di antara kita?
Jadi, bolehkah aku ikut bersamamu malam ini?Kita akan memadu kasih, di bawah cahaya bulan yang jatuh tanpa terhalang awan lagi...
Garam kehidupan memang telah lama menjadi sahabatnya...Maka, pasang surut air laut tak membuatnya goyah...Untuk menjadi istri dan ibu yang setia...
Kasihnya benar-benar tak bermakna tanpa keikhlasan...Dan keikhlasan tak berarti apa pun tanpa bersama Sang Penciptanya...
Butuh cinta berlapis-lapis, daya yang kuat, kehati-hatian dan juga ketelitian untuk itu...Agar benang cinta, tak putus pada ketinggian langit biru...
Tampaknya, orang-orang yang telah mencapai pencerahan seperti itu, menjadi sangat arif di dalam mengenakan “pakaian” kesehariannya.
Jika Pramuka Tidak Wajib dalam ekstrakurikuler di sekolah, mungkinkan khusus Siaga tetap bisa dipertahankan?
Jika bukan karena kerinduan itu...Tak mungkin kubuka lagi lembar halaman buku kehidupan itu...Tentang surat dari Bapak untukku di masa lampau...
Dan Sang Waktu selalu saja begitu…Di antara kupu-kupu yang menari-nari di hadapannyaIa selalu saja tersenyum tanpa dosa, dan menggulirkan air mataku
Ia pun tersenyum ketika perutnya kembali membuncit... Dan rasa bahagia menjalari sekujur tubuhnya tatkala ia mengelus perutnya dengan penuh kerinduan.
Percayakah bila untuk sesaat jantungku berhenti berdetak?Tatkala ruh ilahi mengisi ruang kosong pada rahim seorang ibu dan itu aku?
Tampak pelukan damai orangtua dan anak lebur di dalam senyuman