Purnama menyaksikan kondisi galeri sangat berantakan, lukisan-lukisan yang awalnya tertata...
Air mata mengalir di kedua pipi Adinda. Adinda berjanji tidak akan mengecewakan ibunya. Akan dia wujudkan setiap mimpi dan harapan sang bunda.
"Aku cinta papa dan mama, dan makasih pa, ma udah mau meluangkan waktu papa dan mama untukku." Ujarku pada mereka dan membalas pelukan mereka.
Ahmad sangat bersyukur karena Allah masih memberi kesempatan padanya untuk bersama ibunya.
Seharusnya aku tidak pulang. Ya, seharusnya. Aku tiba lebih cepat dari perkiraan. Agak ragu langkahku memasuki halaman rumah yang luas
Naluri keibuannya memang amat terasa dan hidup dalam rohnya sebagai wanita.
Aku pun pemuda yang lola. Namun dengan pengertian yang lain. Dalam bahasa Jawa, lola berarti sudah tidak punya ayah dan ibu.
Aku dan Mas Ben saling menatap. Suamiku itu mendekat dan memberikan pelukan hangatnya untukku, sementara aku terpekur di dada bidangnya dengan perasaa
Ayah tidak mengandung dan melahirkan kami, tapi setiap tetes keringat yang mengalir menjadikan anak -anak nya berhasil.
Aku agak terhuyung di keremangan malam itu. Kantuk mulai menjalari tubuhku, tapi aku belum ingin pulang.
Hingga sore belum ada kabar apapun dari Ibu. Tak pelak Alil dan Abim sibuk mengontak keluarga mareka di kampung.
"Bu, apa kita tidak akan membantu korban banjir di Kalimantan dan lainnya?"