Belajar itu kebutuhan. Belajarlah dari apapun, dari siapapun bahkan dari seorang tuna susila sekalipun. Dan ingat, "belajarlah untuk kebaikan"
Kelakuan anak manusia yg membuat jidat berkerut. Ucapan dan tindakannya menyasar serta menyusahkan teman. Tapi merasa biasa, dan orang dipaksa maklum.
Saat manusia yang berkepala terjebak dalam kutub ekstremisme beragama, patutlah dipertanyakan buat apa mereka punya kepala dan isinya itu?
Aku menulis satu puisi di atas kertas bungkus gorengan, sebelum bangkit pagi itu, tanpa tulisan lagi dan kenangan tersisa, aku merambah jendela.
Tahun ini aku harus lulus dari sekolah. Kurasa sudah cukup usiaku dihabiskan di sekolah dasar ini, di umurku yang menjelang empat belas di tahun.
Apa ketakutan terbesarmu? Perempuan ini memiliki ketakutan yang tidak biasa, yang berkebalikan dengan kebanyakan orang.
Cerita pendek yang mengisahkan takdir seorang perempuan muda yang harus menantang takdir kehidupannya sebagai seorang single parent.
Wanita tua itu tiba-tiba terjaga. Tak seperti biasanya, mata tuanya menyala lebih terang dari sinar bohlam kuning yang menerangi kamar tidurnya.
Tua belum tentu dewasa. Ketika persoalan sepela diselesaikan dengan emosi dan ambisi pribadi maka petaka tak terelakkan. Cinta kasih tak berwujud
Aku hanya diam. Sebetulnya suaranya tidak begitu kudengarkan. Pikiranku melayang pada ancaman yang diberikan papa untuk adik perempuanku
Hanya kebaikan modal utama yang harus dikerjakan selama hidup. Mereka berlomba mengharumkan nama baik pribadi dan keluarga.
Jika masa lampau itu adalah anjing pemangsa yang kelaparan, seperti itu dia akan mengonggong, mengejar dan memangsa manusia kecil yang tak berdaya
Sepertinya dia berusia lebih tua berapa tahun dari Ebok, ibuku. Atau, apakah usia mereka sepantaran? Hanya tekanan ekonomi yang membuatnya lekas tua.
Hujan seperti tiada lagi membawa lengkungan pelangi, ia seperti nanar dengan membawa air bah yang menenggelamkan desa.
Suatu siang, usai shalat Jumat, di pelataran sebuah masjid terjadi keributan kecil antara seorang bapak dengan seorang bocah penyemir sepatu. "Ka
Kemudian dengan serentak mereka menjawab; "Kami?!" mereka terperanjat kebingungan. "Bagaimana caranya?"
Sudah berapa banyak hantu yang berhasil dinasehatinya, yang ujung-ujungnya memilih nebeng di rumahnya?
Kedatangan Matliluk ke rumahnya disambut Pak Ustad dengan wajah sumringah. Raut wajahnya berbalut senyuman.
Malam itu selepas sholat Isya, Matasan sudah nongol di warung Kopi Kampung Kami. Tapi kali ini Matasan sendirian. Tak ada teman ngobrolnya.
Meskipun sebagian percakapan mereka seperti omong kosong, ada beberapa yang masuk akal dan sesekali saya pakai sebagai landasan hidup saya.