Malam sunyi senyap, sayup kudengar seseorang memanggil namaku. Namun tak ada siapa pun di luar, hanya ada suara lolongan serigala di kejauhan
Ningrum menjerit histeris, sehingga beberapa orang berlarian mendatangi. Mereka mencoba membuka pintu kamar mandi yang ternyata masih tertutup. Kenyat
Semua itu kemudian menggiringku untuk melakukan pengembaraan, seorang diri, demi mendapatkan sesuatu yang entah aku sendiri belum tahu.
Di ujung malam, Bapak Menteri Urusan Komunikasi sedang bermimpi buruk. Dia dikejar-kejar monster yang mengerikan.
Aku berdiri cukup lama di depan lorong yang lampunya kedip-kedip, tidak cukup nyali untuk melewatinya.
Tiba-tiba aku mendengar suara erangan. Seperti suara kucing yang akan bertengkar.
Kisah misteri memang tak pernah bisa dilepaskan dari area air terjun. Hal itu wajar saja karena air terjun konon merupakan 'rumah favorit' bagi mereka
Pilihan terburuk, abaikan saja. Aku harus sanggup hidup berdampingan dengan pesan teror itu.
Aku cukup merasa senang karena akhirnya ada harapan bisa ketemu teman lama unik itu.
Dua orang sahabat tiba-tiba saja menghilang dan tidak pernah ditemukan lagi. Kejadian tersebut akhirnya menimbulkan kegemparan di sebuah desa kecil.
Saat menulis cerita ini, layar laptop tiba-tiba gelap. Aku lupa tidak memperhatikan ikon batereinya. Mungkin habis.
Sepanjang dalam perjalanan pulang, benakku dipenuhi peristiwa unik tentang manusia.
Sebuah cerpen misteri yang dibalut dengan nuansa humor, ditulis dengan bahasa yang ringan serta adanya humor-humor yang akan membuat pembaca tertawa.
Ketika Ardian mulai menyadari kebenaran yang tersembunyi di balik tembok sekolah itu, dia merasa sebuah kehadiran mengerikan sedang mengawasinya.
"Sampai detik ini aku masih meyakini, jikalau Rahwana bukanlah penjahat cinta seperti yang dikisahkan dalam kisah-kisah pewayangan.
Sebuah hutan belantara yang memiliki keindahan alam liar ternyata menyimpan sebuah rahasia gelap yang tidak boleh diketahui oleh siapa pun orang luar.
“Begitulah kalau anak perempuan salah pergaulan.” Dan seribu satu kalimat penghakiman lain yang sama tidak menyiratkan simpati.
Mark terkesiap. Ia menyadari sesuatu. Sebuah kesalahan telah terjadi. Kiranya ia telah salah membaca undangan dari Lisa.
Sedari tadi ada seseorang sedang mengawasinya. Seseorang yang berdiri sama persis seperti dirinya. Di atas balkon gedung tua itu.
Tiga tembakan meluncur telak mengenai kepala kucing hitam di hadapanku. Tubuhku sontak gemetar hebat. Tangisku pun pecah.