"BUKA!""Tidak ada yang bisa melewati sel ini, kecuali atas izin atasan.""BUKA SEKARANG JUGA. KAU BUTUH BAYARAN BERAPA, HAH?!"
Jangan sekali-kali engkau mengulanginya, apalagi kelas sosial kita adalah kelas kebanyakan ...
Siapakah gerangan perjaka lainYang mengerang disudut kamar gelapnya?Menonton sandiwara erotisDemi mengeluarkan bui nafsu yang merajaiTerikat sampai ke
Ada yang menulis di kolom fiksiana, karena Arswendo memang piawai di bidang tulis menulis ini. Ada juga yang menulis di kolom gaya hidup, tentang peny
Bui transparanBerjalan seiring badanMengekang dan jiwa mengerangSakit, sakit, tak ada yang lihatPilu, pilu, tak ada yang tahuBui ini, banyak rupanyaTa
Masukkan Dia ke Bui duluBukankah sebab bisa dibuatBiar massa tenangBaru nanti diadiliKalo terbuktiLanjutkanKalo tidak terbuktiBebaskanGitu aja kok rep
sungguh.. tak pernah terbayangkan di masa dahulu bahkan terbersit sekalipun di benakku menyaksikan seorang ustad yang terhormat akan menghabiskan
Otonomi daerah alih-alih melahirkan kesejahteraan rakyat, dan pemimpin yang amanah, namun yang justru dicatat publik, makin massifnya praktek korupsi
Kalau ingat reformasi, saya teringat satu penggal dialog dalam film remaja di negeri ini, “Ada Apa Dengan Cinta”. Dalam dialog film tersebut, Cinta to
Ayah/ibu/om/tante pegawai negeri Yg hidup mewah ga sesuai gaji Tak malu pada nurani Ambil jatah rakyat tak berdasi Pantas mendapat caci
Rumah-rumah berpagar tinggi berdiri megah dan tampak mewah Rumah-rumah berpagar tinggi menjulang berjeruji besi kokoh sekali Ruma
17 Agustus dalam penjara,- sel berukuran 2 x 4 meter itu dihuni oleh 9 orang tersangka. pintu jeruji besi itu, berukuan 80 cm x 200 cm seakan mencemoo