Hampir di semua malam yang merangkak, kau terbit sebagai purnama yang langkah, menyemai binar di telaga lubuk yang kelam, lalu berpulang
Pada tangga hari yang merangkak, yang kadang-kadang menjungkirbalikkan keadaan, ku tegar lalu berserah dihantam oleh sekelumit harap
Foto: Fitriyani Ishak Di lantai empat ruangan kampus, di antara anak tangga yang saling memapah, perempuan berlesung pipi itu duduk merunduk membaca
Sebuah jejak yang masih membekas, mengarungi setiap persimpangan dengan tekad.
Awan gelap penuh pekat, lampu-lampu di semenanjung Halmahera terus berkedip-kedip, menyelipkan segala temu yang telat berlabuh.
Kekasihnya belum juga pulang, sedang pinggiran pantai telah sunyi tak berpenghuni.
Doa-doa bertebaran kencang, mewabah serupa angin yang tembus ke segala tanpa terhalang.
Di sepertiga malam Sabtu, di antara temu-temu yang tak berujung, rindu makin membatu bersamaan dengan riak-riak rintik yang bernyanyi.
Langkah kaki terus berlari.Bertikai dengan emosi
Bercengkrama disepanjang jalan diatas motor. Canda yang terukir berakhir tawa.
Hari yang rumit dan sulit selalu aku ikuti dan nikmati.
Ditepi bersama sepi, merunduk menepis sedih. Nestapa kelam dibalik bilik bambu hijau yang mekar dibaluti embun
Bolehkah aku memikirkanmu? Dan apakah pikiran itu untuk ku?