Dalam bimbingan pranikah, kami diajari tentang kekudusan pernikahan, nilai-nilai pernikahan Kristen, iman yang benar, maupun komunikasi suami-istri.
Tahun baru, resolusi baru. Ini yang harusnya jadi agenda hidup kita untuk membuat perencanaan jangka pendek, menengah maupun panjang.
Selain berjalan-jalan dan makan bersama, kami meluangkan waktu untuk PA membahas buku persiapan pranikah.
Setelah bangun, sarapan dan beberes, kami siap untuk pamit pada Bapak Mama. Ada sepercik perasaan getir di dadaku.
Belum ke Medan kalau belum menikmati keindahan dan kesegaran Danau Toba. Kiranya Danau Toba pula menjadi saksi kisah cinta dan perjuanganku.
Syukur kepada Tuhan, dalam perjalanan satu hari ini menjadi cara Tuhan memberkati kami. Bisa refreshing, mengunjungi kerabat dan berfoto-foto.
Aku mengunjungi Danau Toba dengan sang kekasih, calon istri yang rumahnya dekat dengan tepian Danau Toba. Aku bangga menjadi Orang Indonesia.
Menurut adat Batak, jika pria di luar etnis Batak harus membeli marga sebelum meminang gadis Batak. Tapi alih-alih membeli, Kris diberi marga. WOW!
Di sepanjang perjalanan menuju Danau Toba, jalannya berkelok-kelok dan menurun, pemandangannya indah memukau.
Orang Batak tidak suka basa-basi. Meski Kris datang hanya untuk berkenalan, mereka tidak terima. Harus dijelaskan maksud kedatangan, rencana ke depan.
Seorang anak kampung yang disuruh berbicara di depan kelas saja seperti mau kencing rasanya. Kini, menginjak tanah Sumatra, mau menikahi gadis Batak.
Anda sedang menyiapkan pernikahan dengan pasangan? Ingat, 5 roti dan 2 ikan yang Anda punya bisa Tuhan pakai untuk memberi kecukupan.
“Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia…."
Aku bersyukur atas keseluruhan diri Kris. Ia mau mengasihiku atas apa yang aku alami dan rasakan. Aku tahu, semua hanya karena campur tangan Tuhan.
Sejak awal pacaran, kami berkomitmen untuk mengerjakan segala sesuatu berdua. Makan bersama, pergi bersama, biaya dan beban juga ditanggung berdua.
“Bagi orang Batak, pernikahan adat itu harus. Jika tidak akan mempermalukan keluarga dan menjadi gunjingan orang.”
Maret 2019 adalah jadwal Kris mengunjungi Yanti ke Jakarta. Tapi, bagaimana Kris mau berangkat, sedangkan keuangan tidak mendukung.
di waktu hampir bersamaan dua sekolah di Semarang dan Salatiga itu memanggilku. Nah kan, kalau datang berbarengan begini. Aku pun jadi galau.
Kehadiran Yanti sebagai pasangan hidup membuat Kris lebih percaya diri dan optimis menyongsong hari depan. Ada sosok yang bisa diajak berdiskusi.
Delapan tahun kemudian pengembaraan Kris menemui takdirnya. Puji Tuhan, Natal 2018 pertama kalinya Kris dan Yanti bisa merayakannya bersama pacar.