Menjadi anak pertama, ternyata berat sekali rasanya. Tumbuh bersama nestapa, memeluk luka dan segala asa. Sendirian.
Sebuah kisah tentang asa dan harapan, tentang guntur dan masalah, tentang keluarga dan masa lalu.
Ilustrasi perjuangan oleh hosny salah (Pixabay)Berkali-kali kudaku telah terjatuhTersayat oleh ribuan anak panah yang menerjang mengirisi badanTombak…
Jangan biarkan rasa putus asa menghalangi kita untuk menemukan potensi terbaik dalam diri kita.
Relung dan rumpang waktunya
Saat ku menari di atas kertas asa,Menggoreskan mimpi dalam setiap gerakan,
Keinginan itu takkan hilang jika memiliki harapan dan usaha meraih peluang.
Suka duka luka bersama, puisi sendu mengharu jiwa. Berharap asa segera tiba
Rasamu sungguh lembut dan luguHingga aku termangu dalam pelukanTiada hari tanpa sapa dan canda tawamuMenari riang di selasar jiwa kitaKekasihku,
Baris dan tak bisa diam. Mari kita panggul gula bersama!
Manusia hanya mampu berdoa. Asa dan rasa yang tersimpan dalam dada diungkapkan dalam setiap sudud kepada sang Maha Kaya.
Apakah aku pantas bahagia? aku juga ingin dihargai dan dianggap ada.
Asa ada pada perbendaharaan hati. Tiada ingin, namun justru menjadi.
Insan yang bertemu tetapi tidak bisa membaca arti dari pertemuan mereka
Cerita hidup seseorang yang terselimuti oleh berbagai drama, kadang datang harapan tersisa di senja kehidupan
Bahagia terasa di relung kalbu, Saat kedua orangtua membawa ke tempat menuntut ilmu
Dalam perjuangannya yang penuh liku, dia menemukan arti sejati dari ketekunan dan harapan.
Mari tatap langit senja, dengan senyum dan doa, Yakin bahwa esok, hari baru akan tiba.
Berikut adalah puisi berjudul "Memanah Asa di Lubang Jarum Senioritas Abadi"
Ambil napas dalam, rasakan kedamaian, Biarkan waktu mengalir, membawa jawaban.