Ahmad Mansur Suryanegara merupakan seorang intelektual muslim di bidang kajian sejarah yang cukup terkenal di Indonesia
Menulis dari berkas yang masih membekas di reruntuhan berkas-berkas terlampaui
Alhamdulillah ..... akhirnya kudapatkan nih buku. Tepatnya kemarin saya membeli kedua buku di bawah ini. Saya membaca kali pertama membaca buku Api
Salam... Sekira pukul 08.50 wib saya buka grup. Ternyata pada milis "http://asia.groups.yahoo.com/group/ikhwanusshafa/" muncul komentar dari seoran
Pada Rabu kemarin (19/5/2010) saya diamanahi untuk menjadi moderator diskusi buku Api Sejarah (jilid 1 dan 2) karya Ahmad Mansur Suryanegara yang dite
TULISAN ini bermula dari sebuah diskusi tentang buku Api Sejarah (jilid 1) karya Ahmad Mansur Suryanegara yang terbit 2009 oleh Salamadani Publishing.
Draf buku Api Sejarah jilid dua hilang dicuri saat diskusi buku di Sukabumi. Pak Mansur, penulisnya, langsung kontak Polda Jabar dan kini ditangani Ka
Uji kemampuan baca dan menulis Anda dengan membaca kemudian menuangkannya dalam karya tulis berupa resensi buku. KETENTUAN • Buku yang diresensi b
ALHAMDULILLAH, Ahad (22/11) pagi kemarin saya bersama istri menghadiri pengajian mingguan di Masjid Persis (Persatuan Islam), Jalan Perintis Kemerdeka
Dewan Keluarga Masjid Universitas Padjadjaran (DKM UNPAD) Bandung akan menyelenggarakan bedah buku “Api Sejarah” karya Prof. Ahmad Mansur Suryanegara.
SABTU, 31 Oktober 2009 bisa disebut hari kelabu untuk umat Islam, khususnya jamaah organisasi masyarakat Persatuan Islam (Persis) di seluruh Indonesia
BUKU Api Sejarah karya Ahmad Mansur Suryanegara; diterbitkan oleh Salamadani Publishing, Cetakan II, Oktober 2009, kembali didiskusikan pada: Jumat
PADA 1912, kekuatan umat Islam di Surakarta dan Yogyakarta sudah dipatahkan penjajah. Keduanya telah dikelilingi pusat-pusat pendidikan Kristenisasi d
Judul : Api Sejarah Penulis : Ahmad Mansur Suryanegara Penerbit : Salamadani Tahun: Cetakan 2, Oktober 2009 Tebal : 584 Halaman Harga: Rp125.000
Oleh AHMAD SAHIDIN SELASA, 10 November 2009 pagi kemarin, kursi di Aula Redaksi Pikiran Rakyat yang hanya cukup untuk delapan puluh orang tidak cuk