Takdir itu benteng yang sulit retas, sementara kita hanya mampu bernapas melalui batas-batas. Dimensi dan waktu. Warna dan garis. Bentuk dan suara.Sek
Kelak, aku tidak ingin anak-anakku terperangkap dalam sertifikat mangkrak dan kertas-kertas berisi angka yang congkak. Jiwa mereka seluas semesta, tak
Terkisah Ibnuanak laki-laki pemaludengan dua mata keemasandiberi pertanyaan, berapa umurmu?Dia menjawab, delapan puluh satuSemua orang berpandangan,la
Perlahan, aku mengangkat, dan mulai menimangnya dengan sangat hati-hati. Hangat tubuhnya menyelubungiku dengan kasih sayang yang tumpah ruah. Aku geme
Aku menggumam, kamu enggan peduli bahwa langit itu hitam. Dan kita, cuma segumpal ruang hampa yang terlalu bebal. Sementara radio, menara, serta pesan
Kamu sebentuk cinta sebelum ada. Dari hari yang terlalu pagi untuk secangkir kopi dicampur lima sendok gula. Lingkup dimensi hening tanpa ruang, massa
Kepalaku keras hati dan hatiku keras kepala. Kamu tidak butuh cincin atau kata-kata puitis yang menjadi barang murah di pasar tumpah. Lautan magis ada
***Aku tumbuh besar bersama mereka yang jauh dari rumahnya. Kota itu tidak pernah menjadi kampung halaman. Sepanjang garis pantai disesaki janji kehid
***Menemukanmu dalam tidur, hanya akan membuatku lebur. Menjadi debur kesekian yang lelah menggoda karang. Kamu adalah timur, ketika aku tidak mampu m
***Aku seperti buku yang kamu baca dari halaman dua puluh satu. Hanya ada rasa dan kata-kata tidak berguna. Anggap saja mereka pura-pura jadi cerita.
Memberi banyak hal, lantas membeli dengan harga mahal. Tanpa mikropon, keluhan kami debu beterbangan. Sementara televisi hanya persoalan Jakarta dan a
***Ini masih bumi tempat Adam dan Hawa menerima konsekuensi. Sejak lama, hilang tidak benar-benar lenyap. Semua hanya berubah. Sebagaimana tanah menja