Mohon tunggu...
Dee
Dee Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer, wattpad addict

“Karena hanya dengan perencanaan engkau dapat berperang"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Manusia untuk Alam, Karena Manusia Bukan Avatar

21 November 2018   13:31 Diperbarui: 21 November 2018   13:59 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa yang sudah alam berikan untuk kita? Air? Tanah? Api? Udara? Bahkan kita sudah seperti Avatar-pengendali unsur alam. Alam sepertinya terlalu baik-saking baiknya-sampai-sampai semua makanan yang kita nikmati juga berasal dari alam. Kalau disuruh menyebutkan satu makanan yang tidak bisa diberikan alam kepada kita-apa yang mau kita sebutkan? Sepertinya-tak ada kan? Ya-memang tak ada. Jadi, pernahkan berfikir kalau kita terlalu memanfaatka alam? Kita memperkerjakan mereka seperti kuda-lagi-lagi ngutip iklan, maaf ya.

Hari ini, bukan tanpa alasan aku menulis artikel atau entahlah, apa ini. Yang jelas, aku pikir kita ini sudah terlalu takabur. Terlalu merasa sok berkuasa, seolah-olah kita ini memang Avatar-pengendali alam. Seolah-olah kita memiliki daya di atas alam, padahal, ketika alam hanya meniupkan angin malam saja, kita terkadang bisa terhempas. 

Rumah-rumah roboh, pohon-pohon tumbang. Saat dia menangis, kita berteriak, 'Banjir'-kemudian saling menyalahkan, 'pemerintah tak becus mengurus drainase'-omong kosong! Apa kalian pernah berkaca, siapa sebenarnya yang patut disalahkan atas semua bencana yang terjadi? Kita semua-ya-kita semua. 

Bukan pemerintah ataupun orang-orang yang kalian anggap tak taat agama. Lagi-lagi membawa agama, selalu agama. Kalian berteriak menyalahkan orang-orang yang agamanya buruk, tapi tak pernah sadar, kalau kalian sendiri kadang tak pernah menjalankan kewajiban sebagai umat beragama. Lalu dengan mudahnya menyalahkan orang lain, menyudutkannya dalam ruang dosa, tega membebani mereka dengan hujatan-hujatan soal akhlak bahkan moral. Memang seberapa baik akhlak kalian? Seberapa cantik moral kalian? Bukannya orang-orang yang memilih menyalahkan orang lain itu lebih tidak bermoral?

Kita ini kecil kawan, tak sebesar alam-tak sedaya alam yang mampu melakukan apapun. Bahkan dengan sekali guncangan saja kita bisa meninggalkan alam-tapi untuk merawat alam saja kita enggan. Kita selalu menggaungkan, 'Save our Earth' tapi nyatanya, kita malah semakin merusak alam. 

Ya memang kita sudah mulai melakukan reboisasi, tapi jika lebih banyak manusia-manusia di luar sana yang membuka lahan melalui pembakaran hutan, bukannya itu sama saja-kita menanam yang muda, lalu mereka menebang yang tua, yang kokoh dan juga bernilai jual besar. Kita menyelamatkan telur-telur penyu, tapi mereka memburu induk penyu? 

Lalu siapa yang akan menghasilkan anak-anak penyu? Anak-anak penyu juga? Kawan, penyu itu bukan seperti manusia yang bisa melakukan pernikahan dini, mereka adalah hewan yang cukup beradap, tahu umur untuk melakukan perkawinan, tak seperti kita para manusia, berakal tapi banyak tingkah tak beradabnya.

Sudah dengar soal paus yang terdampar dan mati di perairan Wakatobi? Kita itu generasi milenial yang familiar dengan kehidupan media sosial, mencari informasi ataupun mendapat informasi seperti itu bukanlah hal yang sulit. Aku bukan mau menyoroti tentang kenapa paus itu bisa terdampar di Wakatobi, tapi lebih pada, kenapa di dalam perutnya bisa terdapat sampah plastik seberat kurang lebih 5.900 g. 5900 GRAM KAWAN!!! Hewan di laut saja perutnya bisa mengandung sampah plastik sebanyak itu, lalu apa kabar dengan hewan di darat? 

Ah..jangan sampai ada kabar soal hewan darat yang makan sampah. Persoalan ini bukan yang pertama kalinya, masih ingat video viral yang beredar di media sosial tentang sedotan plastik yang ada di hidung kura-kura? Wah..sepertinya kita terlalu nyaman dengan kehidupan serba modern ya? Pesan apapun tinggal kirim, sampai-sampai sampah juga tinggal kirim-kirim ke laut pula.

Kita padahal selalu diajarkan hidup toleran kan? Bukan cuma toleransi antar umat beragama, tapi kita harus menerapkan toleransi dengan sesama makhluk hidup yang ada di sekitar kita. Cukup dengan peduli dengan sampah, itu sudah membantu. 

Tak perlu berbelit-belit melakukan pidato peduli lingkungan, dengan mengajarkan tetangga serta keluarga soal budaya membuang sampah pribadi di tempat sampah saja, kita sudah membantu mengurangi kerusakan lingkungan dan menjaga kelestarian alam. Tak perlu payah-payah melakukan iklan, karena memberi contoh itu lebih baik dari apapun. Jangan malu atau gengsi untuk menegur-tapi jangan sampai menggurui. Ingat, jangan takabur pada alam, karena alam juga tak pernah takabur pada kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun