Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketika Pengemis di Banda Aceh Bertambah Banyak

6 Oktober 2015   15:49 Diperbarui: 6 Oktober 2015   16:06 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Wajah pengemis kita di jalan | sumber gambar: https://alternativesite.wordpress.com/tag/kehidupan/"] [/caption]Hari Rabu, 9 September 2015 saya mendapatkan kesempatan untuk memberikan pendapat di stasiun radio Serambi Fm, 90.2 FM dalam acara Cakrawala. Saya diminta pendapat mengenai pengemis yang bergelandang dan mengemis di Aceh. Kesempatan bagus bagi saya untuk menyampaikan pikiran mengenai pengemis itu kepada public. Jadi, sebenarnya masalah pengemis memang sudah menjadi sebuah masalah bersama. Ya, ini merupakan pertanda bahwa pengemis dan peminta di Aceh umumnya, dan di kota Banda Aceh, khususnya sudah menjadi masalah yang harus segera diatasi atau direspon. Ya, sekarang memang sudah menjadi masalah bagi kita, sehingga pengemis perlu ditertibkan dan dicarai solusinya agar tidak semakin banyak dan bisa meresahkan.

Buktinya, Satpol PP/ WH kota Banda Aceh telah melakukan penangkapan terhadap 16 pengemis. Harian Serambi Indonesia edisi 8 September 2015 memaparkan bahwa Petugas Satpol PP bersama Dinas Sosial Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Banda Aceh, Sabtu (5/9) malam menjaring sebanyak 16 pengemis di sejumlah ruas jalan dan warung kopi. Dari jumlah itu sebanyak 11 orang diantaranya penyandang disabilitas yang tergabung dalam Persatuan Tuna Netra Ahli Pijat Indonesia (Pertapi) Aceh. Sebelumnya di Lhok Seumawe pada bulan Juli 2015, Pengemis yang nekat membuka lapak judi berupa permainan lempar botol dengan gelang ditangkap Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Lapangan Hiraq Kota Lhokseumawe, Rabu (29/7/15) sekitar pukul 18.00 WIB. Dari tangannya disita uang Rp 14.584.000, 37 ringgit Malaysia, sebuah paspor, sejumlah botol, puluhan gelang, dan satu unit handphone.

Membaca kasus pengemis di atas, apa kata yang harus kita keluarkan? Prihatin? Mengerikan? Terlalu? Ya, terserah para pembaca mau mengatakan apa. Yang jelas persoalan pengemis di Aceh dan di Banda Aceh, harus dicari solusinya. Karena di satu sisi, kita harus fahami bahwa mereka memang perlu uang untuk hidup dan menghidupkan diri beserta keluarga lewat aktivitas mengemis. Mereka perlu biaya untuk mengubah nasib. Namun di sisi lain, apakah mereka harus terus menjadi pengemis sejati? Haruskah mereka terus menjadi peminta-minta yang menggelandang di belantara kota Madani ini? Bukahkah dengan semakin banyaknya jumlah pengemis di belantara kota di Aceh dan bahkan di desa-desa, adalah persoalan yang tidak bisa kita biarkan berlalu begitu saja. Karena kalau dibiarkan begitu saja, tanpa ada sentuhan secara bijak dan solusif, bukan tidak mungkin masalah pengemis dan peminta-minta akan menjadi gunung es yang suatu saat bisa membawa masalah besar, tak ubahnya bagai banjir bandang yang sedang melanda Aceh sejak dulu hingga sekarang.

Tidak ada kata lain saat ini yang harus ditindaklanjuti, selain mencari solusi untuk menangani persoalan pengemis di kota Banda Aceh dan Aceh umumnya. Banyak hal yang menjadi pertimbangan agar masalah ini dengan segera dicari solusinya. Pertama, banyaknya pengemis yang berkeliaran dan meminta-minta di seluruh Aceh, merupakan representasi dari wajah Aceh yang miskin. Aceh tidak bisa mengatakan bahwa provinsi ini kaya, kalau di jalan-jalan masih ribuan pengemis menadahkan tangan, menjual iba demi seribu rupiah. Para penguasa dan pemimpin Aceh, harus membuka mata, membuka hati, penuhi janji agar tidak dilaknat Allah nanti di akhirat. Sejahterakan mereka, para pengemis, agar rantai kemiskinan pengemis bisa diputuskan. Harus difahami bahwa mereka menjadi pengemis biasanya diawali oleh sebuah kondisi ketidakmampuan mereka mendapatkan uang lewat ilmu, ketrampilan dan pekerjaan yang menghidupkan mereka. Yang pasti, orang yang memilih menjadi pengemis adalah karena kemiskinan harta/ finansial dan kemiskinan intelektualitas, tidak punya kemampuan untuk membangun ketrampilan dengan menggunakan ilmu, dan ketrampilan, serta didorong oleh kekurangan fisik.

Oleh sebab itu, bangunlah kapasitas mereka dengan membekali mereka dengan ilmu, ketrampilan dan ubah mental atau perilaku mereka dari berjiwa pengemis, menjadi berjiwa bisnis. Untuk itu, pemerintah harus menyediakan dana yang bisa dipinjamkan kepada mereka agar mampu membangun bisnis yang menghidupkan. Lalu, dampingi mereka dan control perjalanan usaha mereka. Berikan mereka sangsi, bila kembali mengemis di jalan.

Kedua, kasus pengemis yang membuka lapak judi di atas, merupakan pertimbangan kedua agar masalah pengemis di negeri Bisa jadi, para pengemis juga akan dimanfaatkan sebagai kurir atau penjual barang-barang haram, baik narkoba, maupun CD porno dan lainnya. Ini jelas akan membahayakan diri si pengemis dan juga mengancam orang lain. Kita tidak inginkan bertambahnya orange yang terlibat dalam berbagai kasus criminal seperti perdagangan ganja, sabu-sabu, VCD porno dan lainnya di sekitar kita. Jadi bukan tidak mungkin, para pengemis dan gelandangan yang miskin, akan dipengaruhi untuk menjadi kurir dan sebagainya. Oleh sebab itu, sekali lagi kepada para pemimpin dan penguasa daerah ini, untuk membuka mata, mata hati dan nurani untuk mereka. Jangan hanya menyalahkan mereka melakukan aksi mengemis, kalau upaya untuk membangun kehidupan mereka tidak dilakukan dengan baik.

Ketiga, melihat praktek mengemis yang dilakukan oleh para pengemis, di trotoar atau di setiap persimpangan traffic light, di satu sisi menunjukkan bahwa para pemimpin ini saat ini sedang gagal mensejahterakan rakyanya. Di sisi lain mengemis di tempat seperti itu, akan membuat para pengemis berada dalam kondisi yang riskan terhadap kecelakaan. Mereka bisa saja tertabrak atau mengalami kecelakaan yang membuat hidup mereka semakin sulit. Ke empat, hal yang sangat miris adalah ketika ada pengemis yang membawa anak-anak mereka untuk melakukan aktivitas mengemis di jalan raya. Mirisnya, anak-anak mereka yang karena dalam keadaan disabilitas, dijadikan sebagai alat untuk mengemis. Bukan hanya itu, ketika anak-anak mereka dibawa mengemis di jalan-jalan itu, secara otomatis, anak-anak mereka juga ikut dididik menjadi pengemis. Berarti, pengemis akan meneruskan generasi pengemis. Tegakah kita melihatnya?

Kelima, terkait dengan membawa anak ikut mengemis itu, terjadi kasus-kasus trafficking dan eksploitasi anak sebagai alat mengemis. Pernahkah kita bertanya dalam hati kita, atau bertanya kepada orang lain, mengapa anak-anak yang mereka gendong di terik matahari itu hanya diam saja, tidak menangis seperti anak-anak lainnya yang menangis karena kepanasan? Dalam banyak kasus di negeri ini dan juga di negeri orang lain, ada kemungkinan anak-anak tersebut diracuni dengan obat tidur, sehingga anak-anak itu, hanya tidur, tidur dan tidur. Bila hal ini dipraktekkan mereka, maka anak-anak di daerah ini yang digelandang menjadi pengemis itu, akan menjadi masalah besar ke depan. Oleh sebab itu, kita berharap kepada para penguasa dan pemimpin di setiap daerah di Aceh, untuk kembali membuka mata, hati dan pikiran untuk segera, mencari solusi untuk mereka.

Ke enam, para pengemis sekarang sudah banyak yang tingkat kehidupan mereka sudah sejahtera. Mereka sudah punya  handphone, kenderaan, seperti becak, dan punya penghasilan yang lebih besar dari seorang pegawai negeri. Namun, mereka sudah merasa sangat enak menjalankan profesi sebagai pengemis. Jadi dengan mengemis, mereka tidak membutuhkan posisi sebagai pegawai negeri. selain itu, para pengemis di kota Banda Aceh selama ini, melakukan aksi mengemis dari satu tempat ke tempat lain, banyak yang menggunakan becak mesin.  Namun, mengapa mereka lebih cendrung melakukan pekerjaan mengemis tersebut hingga usia tua dan tidak henti mengemis terus. Mengemis menjadi pekerjaan yang lebih menguntungkan. Sayangnya, jumlah pengemis terus bertanbah.

[caption caption="Mengemis ternyata bukan lagi sekedar memenuhi kebutuhan hidup, tetapi sebagai profesi yang menguntungkan"]

[/caption]

Kita tahu bahwa pemerintah kota, pemerintah daerah lewat Dinas Sosial sudah melakukan upaya untuk mengatasi masalah membanjirnya para pengemis di kota Banda Aceh dan Aceh umumnya. Kita sudah pernah membaca ada larangan mengemis dan memberikan sedekah kepada pengemis yang dipancang di persimpangan jalan, tetapi apakah larangan dan pengumuman itu bisa berjalan efektif, kalau hanya dipancang di persimpangan tersebut? Apakah dengan menyantuni mereka dengan alat-alat bantu itu sudah menyelesaikan masalah? Apakah dengan melakukan razia pengemis, mereka ditangkap dan diberikan bimingan kilat itu, persoalan pengemis di Banda Aceh dan Aceh bisa diselesaikan? Jawabannya tidak. Oleh sebab itu, Dinas Sosial dan pemerintah daerah, harus mengidentifikasi apa yang melatarbelakangi mereka kini menjadi pengemis dan menggeluti kegiatan mengemis sebagai pekerjaan tetap. Dengan mencari akar masalah tersebut, lalu menganalisisnya dan Insya Allah, jalan keluar akan ditemukan. Yang penting, para penguasa dan pemimpin daerah ini punya niat, komitmen dan usaha untuk membantu para pengemis ini keluar dar jurang pengemisan. Pemerintah tidak berdosa menganggarkan dana yang cukup untuk membantu mereka. Mari kita bertindak segera, sebelum gunung es pengemis Aceh mencair dan menjadi banjir bandang, seperti yang selama ini menjadi bencana rutin di Aceh. Mari kita berfikir dan bertindak dengan bijak.

Oleh Tabrani Yunis

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun