Oleh Tabrani Yunis
Anda sudah pernah ke Aceh? Tanya saya pada seorang teman perempuan dalam sebuah acara di Jakarta. Belum jawabnya. Mengapa? Tidak tertarik? Saya sangat tertarik, tapi saya takut, karena di Aceh para perempuannya semua berjilbab.
Saya kan non muslim. Nanti kalau saya ke sana, tidak pakai jilbab, pasti ditangkap. Wah, tidak semua orang yang tidak berjilbab, ditangkap oleh polisi syariat, kata saya. Kalau anda non muslim, tentu tidak akan ditangkap. Buktinya di Aceh banyak saudara kita keturunan Tionghoa atau orang-orang suku Batak yang hidup di Aceh, tidak pernah dipaksa pakai jilbab, jelas saya.
Ya, begitulah salah satu persepsi banyak orang luar yang belum pernah ke Aceh tentang tata kehidupan di Aceh. Bukan hanya itu, kita juga sering mendengar hal-hal serupa bahkan lebih ekstrim yang diperbicangkan orang ketika Aceh dengan otonomi dan pelaksanaan syariat Islam di Aceh pasca MoU Helsinki yang diikuti dengan pemberian status otonomi daerah yang kemudian menetapkan Aceh menjalankan syariat Islam yang saat itu disambut dengan penuh euforia.
Salahkah mereka? Tentu tidak salah dan tak perlu disalahkan. Bukankah kita sering mendengar dan berucap, karena tak kenal, maka tak sayang? Oleh sebab itu, selayaknya kita mengenal Aceh lebih dekat dan dalam.
Aceh, provinsi yang terletak di ujung barat Indonesia dengan luas wilayah 56.770.81 km2 itu memang unik. Ya, Aceh cakupan wilayahnya terdiri dari 119 pulau itu didiami oleh 5.27 juta jiwa yang berbeda agama dan kepercayaan. Namun, secara kuantitas penduduk yang beragama Islam lebih dominan dan mayoritas.
Menurut data yang dipublikasikan di laman ppid.acehprov.go.id tahun 2020 jumlah penduduk Aceh berdasarkan agama masing-masing yang beragama Islam sebanyak 5.211.88 jiwa, Kristen 64.138 jiwa, Katolik 5.203 jiwa, Hindu 91 jiwa, Budha 7300 jiwa, Konghuchu 0 jiwa dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebanyak 265 jiwa.
Dengan komposisi ini menunjukan bahwa Aceh termasuk daerah yang multi agama dan multikultural yang diperkuat dengan beragamnya suku dan agama penduduk Aceh dari dahulu, hingga kini.
Selain itu, Aceh yang sejak 2013 telah dimekarkan menjadi 23 kabupaten/ kota, yakni 18 Kabupaten dan 5 kota, 289 kecamatan, 779 mukim dan 6.474 gampong atau desa itu, tidak pula didiami oleh satu etnis dan satu agama, tetapi juga didiami oleh suku yang berbeda.
Kita bisa mendapatkan informasi terkait hal ini dari berbagai sumber. Dalam profil provinsi Aceh kita bisa mendapatkan referensinya yang menjelaskan bahwa penduduk Aceh merupakan keturunan berbagai suku, kaum, dan bangsa. Bahkan leluhur orang Aceh itu berasal dari Semenanjung Malaysia, Cham, Cochin Cina, Kamboja.
Di samping itu pula, banyak keturunan bangsa asing di tanah Aceh, seperti bangsa Arab dan India dikenal erat hubungannya pasca penyebaran agama Islam di tanah Aceh.