Oleh Tabrani Yunis
Malam ini, ketika sedang duduk mengamati barang-barang yang baru masuk atau datang di POTRET Gallery yang berada di jalan Prof Ali Hasyimi, Pango Raya, Banda Aceh itu, tiba-tiba pikiran melayang jauh ke tahun 2019 yang kala itu, penulis sedang mengikuti acara di Hotel Ashley Wahid Hasyim, Jakarta Pusat.Â
Saat itu, bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional, 02 Mai 2019, penulis usai sarapan pagi membaca harian Kompas dan tertarik dengan Headline Kompas saat itu. Headline yang menarik untuk disimak.
Kreativitas Guru Menjadi Kunci. Itulah judul berita yang menjadi headline harian Kompas edisi Jumat, 3 Mai 2019 yang letaknya di bagian kanan atas, di samping foto halaman pertama dengan judul " Kayu Gelondongan Terbawa Banjir". Dua hal yang berbedam namun keduanya sangat menarik dan perlu untuk disimak.Â
Bahkan sesungguhnya menjadi inspirasi untuk direspon, karena keduanya merupakan persoalan bangsa yang yang tengah dihadapi dan akan terus membawa dampak yang besar dan membahayakan bangsa ini, apabila tidak diantisipasi secara bijak. Dua hal yang berbeda tersebut akan tidak mungkin kita bicarakan sekaligus dalam tulisan ini.Â
Oleh sebab itu, sebagai seorang praktisi pendidikan, penulis ingin melumati persoalan pendidikan dahulu. Sayangnya, ketika membaca headline itu, penulis tidak melanjutkannya atau mewujudkan menjadi sebuah tulisan. Tetapi dipendam dulu sebentar. akhirnya lupa dan lupa. Barulah malam ini, ingatan itu kembali dan bertekat menulis kembali agar tidak lupa lagi.
Ya, membaca judul " Kreativitas Guru Menjadi Kunci", sesungguhnya bukan hal yang baru dibicarakan dalam dunia pendidikan. Kreativitas guru memang menjadi salah satu kunci keberhasilan pendidikan menyiapkan generasi bangsa lewat lembaga pendidikan yang ditangani oleh guru-guru yang berkualitas prima.Â
Guru memang dari dulu dituntut menjadi sosok yang kreatif  dan inovatif dalam proses pembelajaran apapun. Apalagi dalam penerapan kurikulum 2013 yang katanya berbasis penalaran tingkat tinggi (higher order thinking of skills/HOTS).
Penalaran tingkat tinggi atau Higher order thinking of skills atawa HOTS, terbaca begitu amazing. Namun, sayangnya semakin lama, semakin hilang kreativitas dan sikap inovasi guru di sekolah-sekolah, Â yang disebabkan oleh banyak factor, baik internal, maupun eksternal.Â
Bagaimana tidak, guru yang seharusnya berfikir lebih banyak pada pencarian metodologi pembelajaan yang menarik, bernalar tinggi, menjadi tumpul dam sangat tumpul karena dikejar oleh tugas-tugas mengajar yang bersifat administratif, mengejar jam pelajaran agar mencukupi syarat mendapatkan dana sertifikasi, pontang-panting mencari jam mengajar di sekolah lain yang mewajibkan 24 jam. Pusing. Kapan bisa membaca dan mempertajam sikap kreatif, inovatif dan produktif? Mereka sangat lelah.
Kita tentu sangat berharap para guru di sekolah, di semua jenjang pendidikan bisa merancang pembelajaran yang berbasis penalaran tinggi atau berbasis HOTS. Apalagi di era digital yang sesungguhnya membuat model-model pembelajaran berbasis HOTS tersebut menjadi lebih mudah, terutama bagi guru-guru yang sudah menguasai IT ( teknologi informasi).