Jadi, agar masyarakat dan generasi mendatang tidak melupakan sejarah, alangakh bijak bila pemerintah daerah atau pemerintah pusat membangun museum perdamaian di Aceh, karena sesungguhnya Aceh bisa dijadikan sebagai daerah yang disebut dengan laboratorium konflik dan perdamaian. Museum yang akan menjadi sumber belajar bagi generasi-generasi mendatang. Museum tempat membangun kapasitas generasi muda untuk lebih banyak belajar sejarah.
Nah, berbicara soal museum perdamaian, barangkali para pembaca yang sudah banyak membaca dan atau sudah banyak berlanglang buana, keliling dunia, atau juga pernah berkunjung ke salah satu museum yang ada di dunia. Sebab, bila kita mau berselancar di dunia maya, dengan mudah kita mendapat contoh baik ( best practice) tentang keberadaan museum perdamaian tersebut. Di laman Peace.Maripo.com, menampilkan 53 museum di Eropa dan 17 di Jepang, 7 di Amerika Serikat dan 9 di negara lain.
Mungkin pula ada banyak yang tahu berapa banyak dan di mana saja terdapat museum perdamaian (peace museum) di dunia, namun tidak sedikit pula Orang yang tidak tahu keberadaan museum perdamaian atau peace museum itu. Bagi yang banyak membaca dan mendengar atau menonton, akan bisa menyebutkan serta menceritakan satu per satu tentang museum perdamaian. Ya, bagi mereka yang pernah berada di Inggris dan concern dengan museum, mungkin pernah berkunjung ke museum perdamaian ( peace museum) yang berada di 10 peace hall yard Braford, Inggris.
Sebuah museum yang bertajuk Women for peace@people history museum, sebuah museum yang mengeksplor sejarah dan cerita-cerita perdamaian yang tak terungkap atau untold story of peace, pembuat atau pelaku perdamaian atau peace makers, pergerakan sosial atau social reform dan gerakan perdamaian( peace movement ). Women for Peace @ people history museum di Inggris ini menempati tiga galery kecil di salah satu dari sekian bangunan Bradford Victoria yang unik dan terakreditasi.
Namun dalam tulisan ini bukan ingin bercerita tentang semua museum perdamaian yang ada di berbagai belahan dunia, tetapi inginenceritakan bahwa di negeri khatulistiwa atau di Nusantara ini, telah lahir, sebut saja janin museum perdamaian. Dikatakan janin, karena secara nomenklatur dan kenyataannya belum dapat dikatakan sebagai sebuah museum perdamaian, walau sebenarnya di dalam bangunan ini mempromosikan sejarah perdamaian, masa konflik dan damai serta upaya-upaya membangun perdamaian dan tokoh-tokoh perdamaian yang trlah mewujudkan damai secara berkelanjutan. Tahukah para pembaca di mana janin atau embrio museum perdamaian itu di tanah air, Indonesia ini?
Penulis ingin mengajak pembaca untuk sejenak berbicara tentang museum perdamaian di Aceh. Ya, terus terang sudahcukup lama hasrat hati ini menulis tentang museum perdamaian Aceh, namun hasrat tersebut terus tertunda-tunda, hingga catatan-catatan ide atau gagasan yang ditulis sempat hilang. Padahal, ide atau gagasan tentang museum Perdamaian Aceh ini, sesungguhnya sangat penting ditulis dan menjadi bahan pemikiran, terutama masyarakat Aceh yang pernah mengalami pedihnya hidup di daerah konflik dan indahnya  hidup damai pasca konflik berjepanjangan.Bukan hanya penting bagi masyarakat Aceh, tetapi juga bagi pemerintah Indonesia.Â
Oleh sebab itu, agar ide atau gagasan yang menjadi bahan tulisan ini tidak hilang, maka tulisan ini diupayakan agar rampung ditulis dan dipublikasikan ke media, sebagai bahan kajian atau diskusi  untuk menjadi  bahan pertimbangan untuk mewujudkan hadirnya sebuah musem perdamaian di Aceh.
Membangun museum perdamaian di Aceh itu memang sangat penting, bukan saja untuk Aceh, tetapi juga Indonesia dan bahkan dunia. Dikatakan demikian, karena sesungguhnya cikal bakal atau embrio museum Perdamaian itu sudah ada di Aceh. Bila para pembaca ingin berkunjung ke embrio museum perdamaian tersebut, bisa datang dan belajar tentang banyak hal.Â
Ruang  memorial Perdamaian Aceh itu terletak di gedung badan Kesbangpol Aceh, jalanTgk. Malem No.6 Kuta Alam Banda Aceh. Sebuah ruangan yang diisi dengan sejumlah dokumen bersejarah tentang konflik Aceh dan proses membangun damai, hingga pada masa damai. Ada banyak koleksi foto di masa konflik dan damai di ruang itu. Ada pula sejumlah senjata ( sudah dipotong) di display di lemari kaca, serta dokumen lain berupa buku-buku sejarah konflik dan damai yang tersusun di rak-rak buku yang masih perlu ditambahkan.
Selama ini, ruang memorial perdamaian yang kita sebut sebagai embrio museum perdamaian itu banyak diisi dengan kegiatan-kegiatan edukasi seperti diskusi-diskusi, kuliah tentang isu perdamaian. Penulis sendiri sering mendapat kesempatan untuk ikut diskusi di ruang memory Perdamaian ini. Misalnya, pada hari Kamis 27 September 2018, penulis ikut kegiatan FGD atawa Focus Group Discussion kajian Pendidikan Perdamaian Aceh. FGD itu berlangsung sejak pukul 09.00 hingga pukul 12.00 WIB dengan menghadirkan Wiratmadinata,SH.MH sebagai nara sumber. Sementara peserta FGD sebanyak 15 orang yang berasal dari berbagai landasan keilmuan dan pengalaman.Â
Namun memiliki concern terhadappembangunan perdamaian, seperti Kamaruzzaman Bustamam Ahmad,MA, Ph.D, Teuku Kemal Fasya, Saifuddin Bantasyam, Mukhlisuddin Ilyas, Â Raihal Fajri,Evi Zain, Hemma, Siti Aminah, Putri, Â dan lain-lain Terus terang ya, ketika diskusi berlangsung, banyak pertanyaan dalam pikiran yang melayang-layang.Â