Nak, kau saksikan hari - hari ini?
Jalan-jalan dan lorong-lorong sepi
Kota-kota seperti mati suri
Pantai -pantai landai hanya ditemani ombak dan gelombang yang menari-nari
rumah-rumah ibadah pun dikunci, semua bersembunyi, di depan mata ada mati
Namun, Â apakah hutan juga sepi? Belum ada jawaban pasti, tapi banjir datang lagi
Bisa jadi jadi manusia kian menjadi-jadi
Walau Corona memberikan makna sarat arti
Tentang alam yang meratapi bumi
Isyarat ada banyak berubah di muka bumi
Menusuk dan membongkar semua sisi
Manusia-manusia tamak, rakus dan suka memperkaya diri, berulah tak sadar diri
Tuhan pun memberikan sandi
Mungkin ini cara agar kita kembali
Memaknai hakikat diri sebagai khalifah bumi
Sudah terlalu lama manusia tak peduli
Menggerogoti perut bumi
Bengis dan melampaui nafsu hewani
Hanya mengejar kepentingan diri
Padahal bumi bukan milik pribadi
Bukan pula hanya bagi generasi masa kini
Masih ada anak cucu yang menanti
corona kini menjadi bukti
Merebak menjanjikan mati
Maka,
Biarlah jalan dan lorong-lorong sepi
Biarlah kota-kota yang penuh mercusuar mati suri
Agar bumi bisa dan perutnya bisa menghirup udara asri
Mari kita syukuri nikmat hidup ini
Karena semua yang mengatur adalah tangan Ilahi
Yang penting semua mengerti
Bumi ini bukan milik pribadi, bukan untuk satu generasi.Â
oleh: Tabrani Yunis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H