Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mahasiswa, Membacalah!

7 Maret 2020   13:56 Diperbarui: 7 Maret 2020   14:57 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangankan menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai pengetahuan umum, pertanyaan yang mengarah kepada basis alasan mereka memilih jurusan saja, sulit dijelaskan.

Ternyata banyak yang bukan jurusan pilihan berbasis kesadaran dan penilaian yang matang serta berorientasi ke masa depan, tetapi pilihan kedua yang tidak diketahui ke mana arahnya. Sekali lagi begitu kacau bukan?

Ya, memang kacau. Kacau karena banyak di antara mereka yang merupakan mahasiswa yang tersesat di belantara kampus. Mereka seharusnya belajar, melakukan aktivitas membaca untuk pengayaan pengetahuan atau ilmu.

Tetapi pada kenyataannya sangat banyak mahasiswa yang hanya datang, duduk, dengar, diam dan pulang yang akhirnya minta segera dikirimkan uang belanja. Kondisinya sudah semakin parah, karena  sudah sesat, tidak pula mau membaca. Jadi, mau kemanakah mereka melangkahkan kaki? 

Coba bayangkan. Dari jauh, dari pelosok kampung datang ke kampus untuk kuliah, tetapi banyak yang tidak tahu arah dan tujuan. Wajar saja, kalau selesai kuliah, banyak yang kemudian masuk dalam daftar panjang sarjana pengangguran.

Kondisi ini tentu sangat berbahaya bagi masa depan mereka. Idealnya, di era yang serba digital, dimana sumber-sumber bacaan, sumber pengetahuan semakin banyak  tersedia, mudah diakses dan murah hingga mengalami banjir informasi.

Sayangnya melimpahnya sumber pengetahuan, ketersediaan bahan yang melimpah dan tersedianya media belajar yang sangat mudah dan semakin murah itu, tidak diikuti oleh meningkatnya minat membaca.

Tetapi sebaliknya banyak yang terpapar menjadi korban kemajuan zaman. Zaman semakin maju, namun kemampuan atau daya baca ( kemampuan literasi) mahasiswa semakin lemah. Inikah yang dikatakan sebagai penyakit kaum milenial? 

Ya, mahasiswa dari kalangan milenial saat ini ternyata menjadi korban kemajuan teknologi  komunikasi dan informasi di millennium ini. Kelihatannya memang demikian. Realitas ini, mengingatkan penulis prolog Yuswohadi, dalam bukunya "Millennials Kill Everything".

Yuswohadi menulis begini, Millenials adalah pembunuh berdarah dingin. Mereka membunuh apa pun. Kemudian ia bertanya mengapa milenials menjadi generasi paling brutal dalam sejarah manusia?

Ternyata jawabannya adalah karena mereka yang begitu intens terekspos teknologi dan media digital ( yup, yang dalam neuroscience disebut dengan brainplasticity), menjadikan perilaku dan preferensi mereka berubah secara ekstrim dan sama sekali berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun