Oleh Tabrani Yunis
Akhir-akhir ini, semakin banyak yang morasa gala melihat fenomena bahkan realitas rendahnya kemampuan literasi anak bangsa ini. Paling kurang, ada data mutakhir, yakni hasil dari PISA ( Program for International students assesment)  tahun 2019 ini dinyatakan  bahwa kemampuan membaca dalam hal literasi pelajar Indonesia,  menurun alias anjlok. ya berada pada posisi atua rangking ke 72 dari 77 negara.Â
Hasil yang mengejutkan. Mengapa demikian? Tentu tidak pernah kita harapkan hasil yang anjlok alias buruk. Setiap kita akan selalu berharap yang terbaik. Begitu pulalah dengan hasil asesmen PISA ini. Hasil yang mengumumkan kepada dunia tentang wajah buruk  kita. Namun apa daya, nasi telah jadi bubur. Â
Kita harus menelan pil pahit dari persoalan kemampuan literasi anak negeri ini. Pokoknya itu adalah fakta yang menyakitkan. Pertanyaannya, apakah kita akan salahkan pihak yang melakukan assesmen, yakni OECD? Tentu tidak boleh. Itu namanya tidak bijak. Kita harus kembali berkaca pada apa yang sudah kita upayakan.
Setuju atau tidak, membaca yang merupakan satu ketrampilan berbahasa yang sifatnya reseptif dan menjadi kebutuhan hidup setiap orang, adalah masalah dasar bangsa ini.Â
Ketrampilan yang diperoleh melalui proses belajar yang paling dasar, mulai dari mengenal huruf, mengucapkan, mengeja dan membaca kata demi kata, kalimat demi kalimat dan bahkan dari satu paragraf ke paragraf itu, telama ini diakui masih menjadi masalah besar, arena di samping  masih besarnya angka buta huruf, kita juga berhadapan dengan rendahnya minat membaca yang berujung pada rendahnya  data baca dan rendahnya kualitas SDM bangsa ini.Â
Selayaknya, setiap orang tua harus tersadar dengan hal ini. Ini penting, karena ini adalah masalah dakar bagi setiap orang dan individu serta bangsa ini. Maka, setiap orang harus berupaya menumbuhkan minat baca diri sendiri dan juga minat membaca anak-anak kita.Â
Nah, tersadar dari kondisi buruk dan wajah buruk minat dan kemampuan membaca bangsa kita, penulis selama ini terus berusaha membangun kesadaran diri dan kesadaran anak untuk membaca dan menulis.Â
Salah satu cara yang dilakukan adalah seperti yang ditayangkan di video di atas. dallas video tersebut, bisa kita saksikan seorang anak perempuan, Ananda Nayla yang masih bersekolah di kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Ule Kareng, Banda Aceh, sebenarnya sama seperti anak-anak lain di era ini. Ia adalah anak yang dapat digolongkan sebagai bagian dari generasi Z, generasi yang berada di era digital. Ia sangat dekat dengan gadget dan jauh dengan buku. Bahkan dapat dikatakan sulit dipisahkan dengan penggunaan gadget, walau usianya masih belia.Â
Perilaku ini, kedekatan anak-anak dengan gadget, dirasakan telah ikut mempercepat proses penurunan minat membaca anak-anak di era ini. Padahal, seharusnya dengan adanya gadget yang mempermudah akses bacaan yang begitu banyak, minata membaca anak-anak bisa meningkat. Akan tetapi, fakta yang nyata adalah sebaliknya, anak-anak kita dan bahkan kita sendiri juga semakin malas membaca.Â
Oleh sebab itu, selayaknya setiap orang tua sadar dan mau bergerak mendorong kembali minat anak-anak untuk membaca. Dari video di atas, kita bisa saksikan sebagai salah satu cara untuk menumbuhkan dan mengembangkan minat membaca anak. Apa yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah dengan memanfaatkan teknologi yang dekat dengan anak.Â