Oleh Tabrani Yunis
Aku tengah bergelantung di pucuk malam, berayun-ayun dalam lantunan lagu rindu. Nyanyian jengkrik menghentak -hentak sepi di ulu hati. Malam tak akan pernah menanti, terus menjemput pagi.
Aku nikmati nyanyian burung pungguk nan terus merindukan bulan. Serak serak suara menyeruap malam. Tak hendak mengejar pagi. Rindu itu terlalu dalam.
Aku tengah bergelantung di pucuk kelam. Rembulan pun enggan melemparkan sejumput senyum. Hanya kelap kelip bintang yang menari-nari  menemani rembulan. Kunikmati saja irama bintang yang menebarkan cahaya kegirangan
Aku terus bergelantung di malam temaram, menunggu sepi beranjak pulang. Rindu kian menghentak-hentak sanubari. Â Malam kian diselimuti sepi. Entah kapan bisa kulepaskan rindu yang telah bersemayam dalam kembara jiwa, mengkristal mengguncang asa. Barangkali aku harus lepaskan segala rindu, agar tak menambah bara di dada.
Aku ingin turun membiarkan pucuk-pucuk malam mengejar fajar. Lepaskan rindu yang menyengsarakan badan. Mungkin sinar matahari pagi akan menaburka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H