Kiranya, di tengah kegembiraan kita yang memperoleh bonus demografi, sesungguhnya banyak hal yang membuat kita galau dalam menyambut hadirnya bonus demografi tersebut. Ya, kendatipun kita memiliki bonus demografi yang menjadi the window of opportunities itu, bangsa kita masih menyimpan banyak persoalan kependudukan. Â
Walau indeks pembangunan Manusia (IPM) kita mengalami peningkatan menjadi 70.81 pada tahun 2017, kita masih harus berjuang keras.  Kita  memang memiliki jumlah penduduk yang besar, yang menurut data supas 2015 berjumlah 255.182.144 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 52.25% dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 47.75% yang menempatkan Indonesia berada pada posisi ke empat dengan jumlah penduduk terbesar setelah Cina, India dan Amerika.Â
Namun, dari jumlah penduduk yang begitu besar, secara kuantitas kita memang, tetapi secara kualitas kita masih jauh di belakang. Lihat saja latar belakang pendidikan bangsa kita saat ini. Sebesar 40.423.036 jiwa berlatar belakang pendidikan SD,SMP dan SMA. Sementara yang berpendidikan mahasiswa hanya  6.585.600 orang.Â
Dari total jumlah penduduk usia 5-24 tahun, seperti yang dipresentasikan oleh Ahmad Taufik, Direktur Kerjasama Pendidikan kependudukan, BKKBN Nasional di hotel Arabia, Banda Aceh mencatat ada 52.16 persen yang berstatus sebagai pelajar dan mahasiswa. Tingkat pendidikan angkatan kerja kita masih 10.5 persen yang lulusan Diploma dan Universitas, 37.5 persen SMP dan SMA dan 52 persen SD dan di bawahnya. Kondisi ini masih menjadi tantangan berat, bukan?Â
Semakin berat tantangannya apabila kita melihat kemampuan literasi bangsa kita yang masih rendah dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Sebagaimana yang pernah kit abaca di banyak literature tentang kemampuan literasi kita yang dikeluarkan dalam  data statistik dari UNESCO, Indonesia berada di peringkat 60 dari total 61 negara. Ini membuktikan bahwa tingkat literasi  Indonesia sangat rendah.Â
Sebuah fakta memilukan yang memperlihatkan betapa rendahnya minat baca bangsa kita dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia. Â Bila minat baca rendah, akan berpengaruh pada budaya membaca yang rendah dan akhirnya melahirkan generasi bangsa yang memiliki kemampuan literasi yang rendah. Dalam kondisi semacam ini, bagaimana Indonesia bisa memanfaatkan bonus demografi yang kini ada di depan mata?Â
Rendahnya kemampuan literasi anak bangsa ini, akhir-akhir ini juga dapat kita lihat ketika pemerintah membuka lowongan kerja, tetapi para calon PNS tersebut harus melewati passing grade yang diberlakukan dalam proses seleksi. Fakta memilukan, banyak CPNS yang gugur dan tidak mampu lulus.Â
KOMPAS.com -- 12/11/18 melansir " Deputi Bidang Sistem Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara ( BKN) Iwan Hermanto menuturkan bahwa tingkat kelulusan peserta calon pegawai negeri sipil atau CPNS 2018 dalam tahap seleksi kompetensi dasar (SKD) sangat rendah.Â
Berdasarkan data sementara yang diterima BPN per Jumat (9/11/2018) siang, diketahui masih banyak formasi jabatan yang belum terisi baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Artinya, hanya sedikit peserta CPNS yang memenuhi passing grade atau ambang batas kelulusan untuk maju ke tahap seleksi selanjutnya atau seleksi kompetensi bidang (SKB).Â
Dengan demikian, jumlah peserta CPNS yang lolos ke tahap selanjutnya masih belum memenuhi jumlah PNS yang dibutuhkan pemerintah pada tahap SKB. Rendahnya tingkat kelulusan CPNS tahun 2018 ini, bisa jadi dikarena tingginya passing grade dan sulinya soal yang diberikan.Â
Namun tingginya grade dan tingkat kesulitan soal ujian itu tidak akan menjadi masalah, apabila kemampuan literasi masyarakat kita tinggi. Namun karena umumnya masyarakat kita, para pencari kerja semakin hari semakin malas membaca, semakin rendah budaya dan daya membaca, maka system seleksi yang seperti ini menjadi batu sandungan.Â