Oleh Tabrani Yunis
Usia majalah Anak Cerdas, the children magazine yang diterbitkan oleh Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, sejak Mai 2013 lalu, masih seumur jagung. Belum seumur majalah anak yang terbit di Jakarta, seperti majalah Bobo, Anak Saleh atau lainnya yang jumlahnya sangat sedikit itu. Ibarat usia anak-anak, majalah Anak Cerdas itu masih ingusan.Â
Ya, masih sekitar 5 tahunan. Bila masuk sekolah, masih belum diterima, karena usia masuk ke sekolah dasar, harus 7 tahun. Jadi, kalau begitu, usia majalah Anak Cerdas ini, masih usia Taman kanak-kanak, bukan?
Nah, sebagai sebuah majalah anak yang masih berumur sekitaran 5 tahunan tersebut, sebagaimana layaknya usia anak lima tahunan, Â majalah ini jelas belum memiliki daya tahan, untuk bertahan hidup hingga melewati masa puber dan dewasa. Pada usia yang lima tahunan ini, selayaknya majalah Anak Cerdas yang terbit dalam rangka membangun gerakan gemar berkarya sejak usia dini ini, perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Â Namun apa daya, untuk usaha seperti ini, dukungan itu hanya ada dalam angan. Padahal, dukungan para pihak sangat dibutuhkan.
Ya, dukungan yang bisa menjamin majalah anak-anak yang terbit di daerah, di ujung Sumatera ini bisa terbit secara berkelanjutan, selama anak-anak masih dilarang menggunakan gawai dan media online, karena takut mengalami banyak gangguan yang merusak. paling tidak, majalah Anak Cerdas bisa hadir menemani dan membangun gerakan membaca, menulis dan berkarya sejak usia dini, tanpa terganggu oleh radiasi. Maka, sesungguhnya majalah Anak Cerdas edisi cetak, masih diperlukan untuk mencerdaskan anak-anak di negeri ini.
Namun apa daya, majalah Anak Cerdas sebagai satu-satunya majalah anak yang terbit di Aceh, bahkan di Sumatera ini, sejalan seirama dengan nasib media cetak saat ini, yang satu per satu tumbang dan gulung tikar, kemudian beralih ke media online atau daring. Majalah Anak Cerdas yang selayaknya tetap terbit dalam bentuk cetak, kini harus menyiapkan diri dan menyesuaikan diri dengan kondisi saat ini. Tuntutan zaman, semua akan menjadi online.
Bayangkan saja, bagaimana Anak Cerdas bisa terbit, yang sejak edisi perdana hingga kini, tanpa didukung oleh iklan? Pasti banyak yang berkata, bagaimana bisa terbit? Apalagi majalah ini terbit di Aceh, yang secara geografis berada di wilayah paling ujung barat Indonesia.Â
Posisi ini, sebenarnya bukan posisi yang menguntungkan bagi sebuah media dilihat dari sudut pandang distribusi. Untuk melakukan distribusi ke wilayah-wilayah Indonesia bagian tengah dan timur, akan memakan biaya yang cukup mahal dan dipandang tidak efisien dan efektif.
Apabila wilayah distribusi terlalu jauh dan sulit dijangkau, maka secara otomatis sebaran majalah juga menjadi sempit. Sempitnya wilayah seberan, akan memperkecil pangsa pasar. Artinya jumlah majalah Anak Cerdas yang bisa dijual di pasaran akan sangat terbatas. Dengan demikian, dalam perspektif biaya, menerbitkan majalah Anak Cerdas sudah kalah dan tidak menguntungkan.Â
Ya tidak menguntungkan secara finansial, bahkan bisa jadi untuk biaya operasional saja tidak bisa ditutup. Namun demikian, alhamdulilah, majalah ini bisa sampai 5 tahunan. Mengapa bisa? Apa rahasianya? Â Rahasianya memang perlu diungkap. Biasanya, sebuah media cetak yang dikelola secara bisnis, bila sekali atau dua kali terbit, tidak membawa untung, maka pilihan terbainya adalah menghentikan atau tidak terbit lagi.Â
Sementara majalah Anak Cerdas, selama 5 tahun itu pula terbit tanpa iklan dan dengan omset penjualan yang sangat rendah. Lalu, memilih tetap terbit, walau tanpa ada keuntungan finansial. Gila bukan?Â