Semester ini, tidak seperti semester-semester lalu, aku mengajar Bahasa Inggris, tetapi aku mendapat tantangan baru untuk mengajarkan mata kuliah kewirausahaan (entrepreneurship) untuk mahasiswa semester 5 (lima) di jurusan Perbankan Syariah di sebuah Universitas Negeri di Banda Aceh. Mata kuliah yang menurutku adalah sebuah mata kuliah yang tantangannya berbeda dengan mata kuliah Bahasa Inggris yang aku asuh pada semester lalu dan bertahun-tahun mengajar Bahasa Inggris mulai dari SMP hingga ke Perguruan Tinggi.Â
Namun, ketika diminta untuk mengajar mata kualiah kewirausahaan, sebenarnya bukan hal yang baru bagiku. Dikatakan demikian, karena selama bertahun-tahun aku terlibat sebagai fasilitator kewirausahaan saat memfasilitasi pelatihan-pelatihan kewirausahaan kepada kelompok-kelompok perempuan yang menjadi dampingan Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh.
Di samping itu, sebagai bentuk konsistensi dari pekerjaanku sebagai fasilitator, aku juga sejak tahun 2001, sebelum bencana tsunami menghantam kantorku di Jalan Laksamana Malahayati, Km.8.5 Kajhu, Aceh Besar, mulai membuka usaha, membuka toko alat-alat tulis dan kursus Bahasa Inggris yang aku beri nama Community English Course. Ini adalah sekolah wirausahaku selama beberapa tahun. Namun, karena bencana tsunami meluluhlantakan kantor dan juga kedua usahaku itu, maka kegiataan itu hancur dan terhenti.Â
Begitu pun, pembelajaran kewirausahaan yang aku dapatkan tidaklah putus dan berhenti karena kehilangan lahan untuk mempraktikan pengetahuan tentang entrepreneurship itu. Apalagi aku sudah sangat sering mengikuti training entrepreneurship di beberapa kegiatan pelatihan, baik tingkat local, nasional bahkan juga internasional yang melibatkan banyak peserta dari beberapa negera. Ya, paling tidak, cukuplah untuk bisa berbagi dengan orang lain.
Berbekal pengetahuan dan ketrampilan serta pengalaman itu, setahun setelah aku menikah pada tanggal 21 April 2008, ketika istriku berhenti bekerja dari sebuah lembaga, aku bersama isteri memulai lagi membuka usaha baru di penghujung tahun 2009. Pilihan usaha yang dilakukan adalah membuka toko pakaian, dengan memilih segmen pakaian bayi dan anak-anak dengan memilih nama toko tersebut " Balitaku Gallery".Â
Ya, kini sudah 5 tahun usianya. Setahun kemudian di tahun 2014, aku membuka POTRET Gallery, sebuah toko yang menjual berbagai kebutuhan souvenir, termasuk souvenir pernikahan dan lain-lain. Agar tidak ketinggalan zaman dan juga tidak tergilas oleh kemajuan teknologi sejak  tahun 2010 aku meluncurkan www.potretonline.com. Semua ini menjadi ladang ilmu pengetahuan, ladang untuk melatih ketrampilan dan ladang untuk membangun relasi wirausaha dengan pihak-pihak yang mau mendukung.
Jadi, alasanku membuka usaha sejak tahun 2001 itu sebenarnya sangat sederhana. Aku ingin belajar bagaimana menjalankan usaha. Ya, belajar bagaimana menjadi seorang entrepreneur. Selain dengan tujuan belajar, aku membuka usaha adalah sebagai bentuk konsistensi. Pertanyaannya adalah bagaimana aku bisa mengajarkan atau memfasilitasi orang lain untuk berwirausaha ketika aku sendiri tidak pernah memiliki pengalaman langsung mengelola sebuah usaha?Â
Pertanyaan reflektif itu semakin menambah semangat untuk belajar dan membuka usaha, agar aku tidak dianggap hanya bermain pada tataran teori. Mungkin relevan kalau dikaitkan dengan kata orang bijak  " sekali merangkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui".  Ya, sambil belajar, bisa langsung praktik dan juga bisa berbagi ilmu dan ketrampilan dengan lebih 1000 perempuan pelaku usaha kecil di Aceh dan juga dengan para remaja selama bertahun-tahun.
Hal ini semakin menarik, ketika mencoba mengajak para mahasiswa melihat ke masa depan, melihat kondisi yang menjadi tantangan mereka terkait dengan keberadaan mereka di jurusan perbankan syariah. Ya, pertanyaannya, setelah selesai kuliah dan menjadi sarjana dengan gelar sarjana ekonomi, dengan spesialisasi perbankan syariah, apakah akan mudah mendapatkan pekerjaan?Â