Oleh Tabrani Yunis
Tadi pagi, sekitar pukul 10.00 WIB, menjelang pelaksanaan salat Jumat, aku menerima panggilan telepon dari Metro TV Aceh. " Pak Tabrani Yunis, apa kabar? Ada di Banda Aceh, kan? " Ya, ada jawabku. Kebetulan hari ini aku tidak melakukan perjalanan ke sekolah-sekolah untuk mengajak dan membimbing anak-anak SD berkarya dan mengirimkan karya mereka ke majalah Anak Cerdas yang aku terbitkan. Mengapa? Tanyaku. Ia pun melanjutkan pembicaraan. " Kita talshow hari ini mengenai literasi pak. Semoga Bapak ada waktu, lanjutnya.
Nah, karena pembicaraan atau perbincangannya mengenai literasi, sebagai orang yang giat melakukan kampanye dan kegiatan literasi, maka tanpa berfikir panjang, aku sahuti. Lalu, aku bertanya " Â selain aku, siapa lagi yang akan menjadi nara sumbernya?. Hmmm, dengan Pak Zulkifli, Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Provinsi Aceh pada pukul 14.30 WIB. Â Wow, itu menarik sekali, kataku lagi. Aku akan berada di studio pada pukul 14.15 WIB ya. Kataku. Ya, aku tiba di stasiun Metro TV tepat pada pukul 14.15 WIB. Duduk sebentar di ruang tamu, lalu dipanggil untuk make up sedikit. Katanya, ya agar mukanya tidak mengkilap sekali. Benar saja ya, mukaku memang agak berminyak, tetapi bukan karena aku punya pabrik minyak kelapa atau minyak sawit, tetapi memang sudah menjadi type kulit mukaku berminyak. Lagi pula make up sebelum tampil di TV tersebut memang dilakukan untuk semua orang.
Memasuki ruang studio, aku duduk di tengah. Biasanya, aku lebih suka duduk di pinggir. Hari ini dapat posisi duduk di tengah, dekat dengan pembawa acara. Kebetulan, kesempatan pertama berbicara diberikan kepada Pak Zulkufli. Aku menyimak apa yang dijelaskan beliau. Baru setelah ia selesai bicara, pembawa acara melanjutkan kepadaku dengan meminta pendapatku mengenai minat baca di Indonesia dan di Aceh khususnya. Pak Zulkifli sendiri sudah menjelaskan tentang posisi atau peringkat Indonesia di bidang literasi yang berada pada posisi 60 itu, serta kondisi literasi di Aceh yahg katanya, minat baca di Aceh juga tergolong sangat rendah.
Ya, minat baca masyarakat kita di Indonesia memang tergolong rendah, apalagi minat menulis. Pasti jauh lebih rendah. Seharusnya, hal ini tidak boleh terjadi di Indonesia, apalagi di Aceh yang penduduknya adalah mayoritas muslim. Bagi kaum muslim, membaca itu adalah sebuah kewajiban. Dikatakan sebagai sebuah kewajiban, karena umat Islam mendapat perintah dari Allah untuk membaca. Allah, lewat perantara Jibril memerintah Nabi Muhammad untuk " Iqra", ya bacalah. Sebuah perintah yang tertinggi dari Allah. Dari perintah itu, membuktikan bahwa perintah Allah yang pertama kepada nabi Muhammad SAW, Â agar Rasulullah membaca, yang kita kenal dengan Iqra itu. Allah, malah tidak memerintahkan umat Islam untuk melakukan salat dulu, tetapi membaca dulu. Tentu saja, Allah Maha mengetahui apa yang diperintahkan. Dengan demikian, Allah telah memberikan petunjuk kepada umat Islam, bahwa membaca itu adalah pintu masuk ke dunia ilmu. Pintu dan bahkan alat atau cara untuk memperoleh dan meningkatkan ilmu pengetahuan umat Islam akan segala hal yang ada di permukaan bumi ini. Umat Islam yang berkualitas prima itu adalah umat Islam yang memiliki minat baca, daya baca dan budaya baca yang tinggi. Ya berkualitas tinggi.
Dari tujuan Negara tersebut, ke empat tujuan membutuhkan adanya proses pendidikan yang berkualitas. Apalagi secara lebih spesifik di bidang pendidikan, kita bisa simak lebih jauh tentang rumusan  tujuan Pendidikan Nasional. Sebagaimana kita ketahui bahwa tujuan Pendidikan Naasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Menyimak dan menganalisis tujuan yang tertuang di dalam pembukaan UUD 1945 dan tujuan pendidikan nasional, maka strategi untuk mencapai tujuan itu adalah melalui proses  pendidikan yang mencerdaskan. Untuk bisa mencerdaskan, kunci untuk meningkatkan kualitas bangsa yang cerdas adalah membaca. Artinya proses pendidikan tidak akan bisa berkualitas bagus, apa bila anak-anak bangsa ini malas membaca. Bangsa yang bisa cerdas, maju dan sejahtera adalah bangsa yang rajin membaca, bangsa yang membudayakan membaca dalam kehidupan mereka. Kita sudah banyak membaca pengalaman Negara-negara yang maju dan makmur itu. Bukankah bangsa Jepang, Tiongkok, Korea dan Negara maju di Eropa seperti Finlandia dan Negara-negara lain di belahan dunia, telah membuktikan bahwa mereka menjadi maju, sejahtera dan makmur karena mereka rajin dan banyak membaca? Ya, mereka sudah lebih dahulu bangkit dan sadar bahwa dengan rajin dan banyak membaca, mereka bisa meningkatkan kualitas bangsa. Sementara kita di Indonesia, sepertinya semakin meninggalkan budaya membaca. Apalagi saat ini ketika teknologi komunikasi seperti gadget telah membuat masyarakat kita semakin aneh dalm membaca. Kebanyak masyarakat kita membaca dalam keadaan tidak tuntas, tidak menganalisis, seperti membaca SMS, chatting di WA dan malah lebih suka dengan hal-hal yang bersifat hoax.
Kiranya, pemerintah lewat pembangunan pendidikan, harus menata kembali masalah literas ini, bila tidak ingin bangsa ini menjadi pecundang. Kalau ingin bangsa ini menjadi bangsa pemenang, maka kunci utama untuk pembangunan bangsa adalah membangun gerakan membaca, membangun gerakan literasi. Â Pemerintah harus lebih serius memperhatikan kegiatan literasi dengan berbagai strategi. Tidak cukup dengan slogan-slogan " membaca adalah jendela ilmu", membaca membuat kita cerdas, yang ditulis di spanduk-spanduk atau di gerbang sekolah bila tidak ada upaya untuk membangun kesadaran bangsa ini untuk rajin membangun literasi. Pemerintah tidak hanya cukup dengan berkoar-koar seperti iklan layanan masyarakat mengajak masyarakat atau rakyat membaca, bila pemerintah tidak menyediakan fasiltas membaca yang menarik dan berkualitas, sesuai dengan ketertarikan masyarakat. Oleh sebab itu, mau tidak mau, pemerintah memang harus menyediakan sarana atau fasilitas membaca dan menulis yang lebih banyak. Bukan hanya itu, pemerintah lewat lintas departemen harus bersinergi membangun gerakan literasi.