Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hardiknas Selebrasi Rutinitas yang Retorik

2 Mei 2017   21:47 Diperbarui: 2 Mei 2017   21:57 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo Koleksi Tabrani Yunis

Oleh Tabrani Yunis

Hari ini Selasa, tanggal 2 Mai 2017, masyarakat Indonesia di seluruh Indonesia, kembali merayakan peringatan  Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Konon perayaan hari pendidikan nasional (hardiknas) ditetapkan pada setiap tanggal 2 Mai ini sebagai bentuk balsa jasa bangsa ini terhadap Ki Hajar Dewantara. Hari yang bertepatan dengan tanggal lahirnya Bapak Pendidikan Indonesia ini. Ki Hajar Dewantara, seorang tokoh pendidikan Indonesia yang menjadi Bapak pendidikan Indonesia.  Bapak pendidikan yang dikenang dari kehebatan pemikirannya yang menjadi dasar atau landasan pembangunan pendidikan di tanah air, Indonesia. Kiranya, semua rakyat Indonesia yang mengenyam bangku pendidikan pernah menganal dan membaca tentang sosok Ki Hajar Dewantara ini. Paling kurang secara sepintas kita ingat dengan tiga prinsip, filosofi atau model pendidikan yang ia kembangkan yakni,  Ing Ngarso Sing Tulodo, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Ke tiga hal ini pernah menjadi hafalan bagi banyak orang. Apalagi di kalangan para siswa dan mahasiswa yang belajar tentang teori-teori pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) maupun di level program Diploma dan FKIP. Konsep ini menjadi bagian pelajaran wajib. Sering menjadi bahan atau pertanyaan dalam ujian di sekolah dan juga di Universitas saat itu dan mungkin hingga saat ini. Hal ini menjadi penting, karena  Ki Hajar Dewantara sudah menjadikan prinsip ini dan menerapkannya dalam sekolah Taman Siswa saat itu. Bahkan, ketiga prinsip dan konsep ini dijadikan sebagai bentuk awal bentuk reformasi pendidikan di Indonesia.

Tentu saja Ki Hajar Dewantara bukan sekedar terkenal dengan filosofinya Ing ngarso sing tulodo, ing madyo mangun karso serta tut wuri handayani, tetapi tokoh yang dikenal sebagai sosok yang berani menentang kebijakan pemerintah Hindia Belanda saat itu. Bagi bangsa Indonesia, Ki Hajar Dewantara juga dipercayai memimpin Departemen Pendidikan pada pasca kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian, wajarlah bila hari lahir beliau diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional ( Hardiknas). Nah, sebagai bangsa yang pernah dipesankan oleh the Founding father, Soekarno, agar kita tidak melupakan sejarah, maka sangat relevan bila Hardikda tersebut diperingati setiap tahun.

Tentu saja, peringatan Hardiknas tersebut tidak semata-mata untuk mengenang K Hajar Dewantara. Bukan pula sebagai upaya balas jasa, karena sesungguhhnya K.Hajar Dewantara tidak berharap agar hari lahirnya diperingati oleh anak bangsa ini. Apalagi Beliau tidak dapat menikmatinya di dunia. Namun, sekali lagi, kita sebagai bangsa yang memiliki sejarah perjuangan yang panjang, yang sekali gus menghargai sejarah, kita pun kini memperingati Hardiknas setiap tanggal 2 Mai tersebut hingga saat ini.

Idealnya, memang tidak sekedar mengenang dan mengingat jasa-jasa Ki Hajar Dewantara saja. Bukan pula sekedar selebrasi dan kegiatan-kegiatan rutin menaikan bendera merah putih dan mengingatkan sejarah kehidupan dan perjuangan Ki Hajar Dewantara, tetapi peringatan Hardiknas harus menjadi momentum untuk melihat, merefleksi segala hal yang selama ini melemahkan upaya pencapaian visi pendidikan nasional. Bukan pula sekedar memaparkan dalam pidato-pidato yang penuh dengan retorika. Peringatan Hari Pendidikan Nasional itu selayaknya memberikan solusi, untuk menjawab persoalan pendidikan sekarang, persoalan pendidikan kontemporer, serta menyiapkan  langkah-langkah ansipasi terhada berbagai kemungkinan yang menghambat upaya bangsa dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mencapai kemajuan dalam bersaing dengan Negara-negara lain di dunia.

Sayangnya, secara fakta kini, peringatan Hardiknas masih sebatas perayaan (selebrasi), rutinitas, dan penuh retorika. Perayaan itu tidak dengan serta merta mengambil dan mengamalkan nilai-nilai perjuangan dan ajaran atau filosofi Ki Hajar Dewantara. Semuanya saat ini sangat retoris dan berorientasi materialistis. Bila dahulu, murni berjuang dengan semangat untuk membangun bangsa yang beradab lewat pendidikan, saat ini sejalan dengan semkain menguatnya arus demoralisasi, termasuk dalam dunia pendidikan, semnagat perjuangan berubah.Tujuan dan kiblat perjuangan dan pembangunan pendidikan pun menjadi sangat materialistis dan bersifat serakah. Semua menjadi sangat project oriented dan cendrung corrupt, karena dalam pelaksanaan penggunaan anggaran semakin sulit kita, mencari praktisi, dan pembuat kebijakan pendidikan yang jujur dan ikhlas untuk membangun pendidikan. Apalagi, produk pendidikan kita semakin jauh dari sifat dan kelakuan yang berakhlakul qarimah dan semakin dekat dengan perilaku dan nafsu bendawi, mengumpulkan harta dengan berbagai cara, tanpa peduli halal haram dan sebagainya. Semakin sulit dan bahkan tidak peduli terhadap upaya meluruskan kiblat pendidikan tersebut. Kata-kata reformasi pendidikan, innovasi dan sebagainya, sudah terlalu sering digaungkan. Namun terbukti persoalan-persoalan di dunia pendidikan kita hingga kini masih karut marut.

Selayaknya, pemerintah dan bangsa ini berkaca dan malu dengan kemunduran atau ketidakmampuan membawa bangsa ini menjadi lebih baik. Selayaknya peringatan Hardiknas dilakukan dengan cara yang lebih bermakna dan membawa banyak perubahan dalam setiap kali Hardikda diperingati. Dengan demikian, tahun depan perayaan Hardiknas, tidak lagi sebatas selebrasi rutin dan penuh retorika. Pemerintah dan semua piranti pendidikan harus kembali meluruskan kiblat pendidikan dan niat membangun bangsa dengan cara yang lebih baik. Tentu pula tidak cukup dengan hanya membuat bingkai tema peringatan setiap tahun. Tidak cukup dengan mengajak masyarakat untuk bekerja, inovatif dan kompetitif, tetapi  secara sadar dan bersama dengan niat yang lurus membangun pendidikan yang benar-benar berkualitas. Sehingga kemauan untuk bersaing dengan bangsa lain, tidak hanya menjadi ajakan, tetapi menjadi sebuah kenyataan yang harus terwujud.

Banyak hal yang bisa dan harus dibuat atau dilakukan untuk meluruskan kembali kiblat pelaksanaan perayaan Hardiknas di masa mendatang. Kuncinya, kita memang harus berubah, agar perubahan itu benar-benar anda. Kita pun tidak akan lagi tenggelam dalam model pembangun trial and error dan segala hal yang melemahkan.

Selamat Hari Pendidikan Nasional. Kunci kemajuan bangsa ada pada kemampuan bangsa dalam membaca dan memahami semua hal. Oleh sebab itu, dalam peringatan Hardiknas tahun ini, pemerintah harus benar-benar melihat persoalan ril bangsa ini terkait dengan persoalan pendidikan anak-anak negeri ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun