Â
Oleh Tabrani Yunis
Â
Keinginan untuk menulis, melahirkan karya tulis, baik dalam bentuk opini, cerpen, feature atau reportase terkadang sering datang menggebu-gebu. Keinginan tersebut muncul ketika melihat banyak orang yang bisa menulis dengan sangat produktif. Misalnya, bagi kita yang selama ini menjadi warga keluarga besar Kompasiana, setiap hari dan bahkan dalam hitungan menit, menyaksi atau membaca banyak sekali tulisan yang diposting di Kompasiana. Di antara sekian banyak penulis atau contributor tersebut, ada banyak yang tampaknya sangat produktif. Mereka dalam sehari bisa menulis dua hingga empat tulisan. Tentu ini sudah tergolong produktif. Kita salut melihat produktivitas mereka. Jadi, hal ini juga menjadi pendorong bagi banyak orang untuk bisa terus berkarya atau dalam bahasa istilah Hernowo Hasim, mengukir kata, mengikat makna. Ya merangkai kata menjadi bermakna itu. Bagi saya, banyaknya karya tulis yang diposting banyak warga Kompasiana setiap hari, telah mendorong saya untuk tetap menulis. Walau kadang, kesibukan saya mengurus dua majalah, yakni majalah POTRET dan majalah Anak Cerdas dan ditambah dengan mengelola www.potret-online.com banyak menyita waktu, akan tetapi upaya untuk menulis di Kompasiana selalu tetap harus ada. Tentu tidak ada yang memaksa, kecuali keinginan dan dorongan dari dalam diri sendiri.
Ketika dorongan untuk menulis itu memuncak, banyak pula ide yang bermunculan di kepala. Ketika melihat sesuatu, maka ia menjadi ide atau gagasan untuk ditulis. Namun, ketika banyaknya ide atau gagasan yang ingin ditulis, terkadang waktu untuk mrnuliskan ide itu tidak ada. Kesibukan membuat ide-ide itu sempat beterbangan ke sana- kemari. Terkadang pula, ketika banyak ide atau gagasan bergayut di dada, pada waktu yang bersamaan, mood untuk menulis hilang atau berkurang. Sehingga gagasan atau ide yang bergayut dan menari-nari di ingatan itu, mengambang dan menanti ada waktu yang tepat untuk menuangkannya dalam sebuah sajian tulisan.
 [caption caption="Ada waktu dan ide, tetapi tidak ada mood"]
Dengan kondisi ini, agar ide dan mood bisa mewujudkan munculnya untaian kata yang disusun menjai kalimat yang bermakna, lala digubah menjadi paragraph yang menarik, perlu menyediakan waktu untuk duduk sambil meletakan jemari tangan untuk kemudian menari-nari di atas keyboard laptop atau PC. Bagi banyak orang, biasanya mengguanakan waktu tertentu. Namun bagi saya seringkali mood untuk menulis itu datang kala menjelang tengah malam. Saat keheningan malam itu hanya ada suara tut-tut keyboard laptop.
 [caption caption="Menulis hingga larut malam"]
Sehingga, ketika ide dan mood itu datang tengah malam, maka tidak ada lagi kompromi. Jemari tangan harus siap untuk menari mengikuti irama pikiran dan gagasan yang muncul. Biasanya ketika semakin larut malam, maka uantaian kata akan mengalir dan mengalir hingga membanjiri lembaran halaman yang terikat dalam makna sebuah tulisan. Namun, hal yang buruk dari kebiasaan ini adalah munculnya kebiasaan begadang yang tidak ramah terhadap tubuh. Tentu saja, kalau selalu begdang malam hingga pukul 00, dampaknya akan buruk terhadap kesehatan. Oleh sebab itu, agar bisa tetap menulis dan tetap sehat, ada baiknya dibuat daftar ide/gagasan akan masalah yang akan dibahas. Lalu, kalau mau menulis, agar tidak hilir mudik, ada baiknya dibuat outline sebuah tulisan. Lalu, outline itu dikembangkan kapan saja ada waktu, walau satu atau dua kalimat. Yang penting ada target untuk menyelesaikannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H