Oleh Tabrani Yunis
Pelonco selama ini sudah menjadi tradisi atau budaya di perguruan tinggi, negeri dan swasta di Indonesia. Bahkan kegiatan pelonco tersebut juga sudah lama menjalar di lembaga-lembaga pendidikan di bawahnya, yakni di level sekolah Menengah Atas maupun di tingkat Menengah Pertama. Bedanya selama ini kegiatan itu diberi nama dengan sebutan Masa Orientasi Siswa atau Masa Orientasi Peserta didik (MOPD). Kegiatan Pelonco dan MOS atau MOPD ini kemudian menjadi ajang balas dendam dan ajang menurunkan budaya balas dendam antara senior dengan junior. Artinya ada kegiatan-kegiatan yang bersifat melampiaskan balas dendam kepada junior, karena pada tahun sebelumnya ketika sang Senior saat ini masuk menjadi junior, mereka mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan dari para senior mereka. Sehingga, ketika musim penerimaan siswa dan atau mahasiswa baru di sekolah dan di Perguruan Tinggi, para senior sudah mulai mengatur rencana yang atas nama masa orientasi tersebut.
Pengalaman membuktikan bahwa selama ini praktek perpeloncoan di Perguruan Tinggi, baik negeri maupun swasta sudah banyak memakan korban, akibat tidak kekerasan yang kerap terjadi dalam praktek perpeloncoan tersebut. Sudah banyak berita buruk mengenai aksi perpeloncoan di banyak Universitas di Indonesia. Berita buruk mengenai perlakuan buruk para senior terhadap junior yang bukan saja kekerasan fisik yang kualitasnya rendah, juga bukan hanya aksi pelecehan seksual, tetapi sampai terjadi kasus kekekarasn yang berujung kematian.
Oleh sebab itu, karena banyaknya kasus malapraktik dalam kegiatan perpelocoan di tanah air, banyak kalangan yang merasa tidak nyaman dan meras kahwatir serta takut bila praktek perpeloncoaan itu masih berlangsung di perguruan tinggi. Bukan hanya di perguruan tinggi, akan tetapi juga praktek MOS yang tidak terkawal oleh pihak penyelenggara sekolah, juga hal yang sduah meresahkan pihak orang tua. Maka, banyak pihak yang meminta agar semua tindakan atau aksi perpeloncioan tersebut harusnya ditiadakan. Kalau pun tidak bisa ditiadakan, pihak otoritas sekolah =, dan Universitas yakni Kepala sekolah dan rektor harus menjamin tidak terjadi aksi pelonco dalam masa orientasi siswa atau masa orientasi mahasiswa di Perguruan tinggi.
Nah, mensikapi hiruk pikuk dan hebohnya kasus-kasus kekerasan yang berujung kematian dalam pelaksaan kegiatan perpeloncoan, tahun ini Uinversitas Syiah Kuala melarang kegiatan perpeloncoan tersebut. berikut adalah larangannya. Ini adalah pemberitahuan yang dikeluarkan pada tanggal 11 Juni 2015 tentang larangan itu yang ditanda tangani oleh Pembantu Rektor III, Bidang Kemahasiswaan, Dr. Ir. Alfiansyah Yulianur Bc. Larangan itu berbunyi sebagai berikut :
"Rektor Universitas Syiah Kuala memberitahukan kepada mahasiswa baru 2015 :
1. Tidak ada jenis kutipan uang/biaya apapun oleh mahasiswa lama/ program study/jurusan atau oleh siapapun juga selain yang tercantum dalam website Unsyiah.
2. Tidak ada permintaan data, dokumen/ pas photo/ atau jenis data lainnya oleh mahasiswa lama, program studi/jurusan atau oleh siapapun juga,selain yang tercantum dalam website Unsyiah.
3. Tidak ada kegiatan penerimaan mahasiswa baru seperti Ospek/Maba dan sejenisnya yang diselenggarakan oleh mahasiswa lama program studi/jurusan
4. Tidak ada pengisian Kartu rencans Studi (KRS) yang dikoordinir mahasiswa lama program studi/ jurusan
5. Mahasiswa baru 2015 diminta melapor segera kepada Petugas penerima Pengaduan di UPT PUKSI/ICT Unsyiah bila mendapat perlakuan yang bertentangan dengan poin-poin di atas yang dilakukan oleh mahasiswa lama program studi/jurusan atau oleh siapa pun juga.