Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

BPJS, Bukan Hanya Soal Halal-Haram

3 Agustus 2015   06:39 Diperbarui: 3 Agustus 2015   06:39 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Tabrani Yunis

Sejak MUI, konon mengeluarkan fatwa BPJS haram, perbincangan mengenai BPJS di berbagai media menjadi sangat aktual dan bahkan menimbulkan produktivitas banyak orang untuk mengulasnya lewat berbagai cara, termasuk lewat tulisan-tulisan. Sebagai contoh adalah pergulatan pemikiran yang berkembang di Kompasiana. Kompasiana sendiri menjadikan isu BPJS sebagai salah satu topik pilihan. Lalu, ketika itu menjadi topik pilihan, maka banyak warga Kompasiana yang terinspirasi untuk menyampaikan pikiranpikiran mereka yang bernas kepada semua warga di Kompasiana dan juga bagi mereka yang sedang mencari rujukan soal BPJS di uncle Google dan laiinya. Pokoknya, dalam lensa kacamata  positif, menghangatnya isu BPJS di Indonesia, telah meningkatkan produktivitas dan kreatifitas warga Kompasiana untuk menyampaikan sumbangan pikiran mereka lewat tulisan yang diposting di Kompasiana. Bukan hanya itu, menghangatnya serta banyaknya orang menulis soal BPJS di berbagai media, termasuk Kompasiana, menjadi energi positif untuk menumbuhkan kepedulaian masyarakat terhadap persoalan yang ada di tengah masyarakat kita, baik di tingkat lokal, nasional maupun global. paling kurang, dengan mencuatnya masalah ini, BPJS secara tidak langsung sudah mendapatkan layanan sosialisasi dari masyarakat lewat berbagai bentuk tulisan yang ada. Ini sesungguhnya menganndung nilai yang mahal dan menguntungkan BPJS sendiri, kendati pun hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi BPJS dalam mengembalikan atau memposisikan BPJS pada tempatnya. Bisa jadi, fatwa itu adalah sebagai gugatan dari masyarakat islam bahwa mereka ingin mendapatkan pelayanan yang Islami,sesuai dengan syariat. Adanya fatwa ini, menjadi warning bagi BPJS bahwa banyak kaum muslim yang membutuhkan layanan BPJS yang halal sebagaimana yang diajarkan di syariat Islam. Sekali gus mendorong pengelolaan BPJS yang berbasis syariat. Selain itu, pengelolaan BPJS yang selama ini lewat bank komvensional, dapat dipandang sebagai tindakan yang tidak mendukung berkembangnya bank syariah. segala kemungkinan bisa terjadi.

Walau fatwa ini masih bisa diperdebatkan, namun fatwa yang menjadi hantaman bagi pengelola BPJS memang harus dengan bijak melihat persoalan ini.  Paling tidak, masyarakat Indonesia kini semakin kritis melihat BPJS dan mendorong BPJS mengelola dana BPJS dengan bersih dan akuntable, serta jauh dari tindakan penyelewengan dan juga metode mendapatkan keuntungan dari dana masyarakat itu. Karena bisa jadi, soal halal haram ini hanyalah satu sisi yang kini muncul di tengah masyarakat kita, padahal masih banyak pula persoalan lain yang harus juga diluruskan.

Sebenarnya bila ingin melihat soal halal dan haram, tentu bukan hanya pada bagaimana pengelolaan BPJS saja, masih banyak pengeolaan dana yang lain yang bila disorot soal hala- dan haramnya dari sudut pandang pengelolaan dana serta dari sumber dana yang digunakan, akan  sekali masalah ketidak halalan pengelolaan dana tersebut. sebagai contoh saja gaji yang diterima PNS yang bersumber dari pendapatan negera tersebut, tidakkah sesungguhnya sumber dana dan bahkan pengelolaan tersebut juaga bisa bersinggungan dengan persoalan riba dan bahkan bisa di dalamnya dari pajak - pajak tempat judi, prostitusi dan sebagainya. Jadi, kalau ingin melihat dari mana sumber uang gaji PNS juga akan berimbas pada soal hal dan haram itu.

Namun demikian, melihat masalah BPJS yang dulunya ada Askes dan sebagainya itu, ada baiknya melihat persoalan-persoalan lain selain melihat dan membincangkan soal halal dan haramnya. Bila kita mau jujur, sistem pengelolaan itu memang belum halal Oleh sebab itu, ketika masalah ini masih menjadi masalah yang sedang hangat atau aktual diperbicangkan, sebaiknya pada saat ini persoalan BPJS juga haris dikritisi dari berbagai sudut pandang.Karena sejak adanya BPJS, banyak persoalan yang masih menggantung dan tidak terselesaikan dengan baik. Bahkan Presiden Joko Widodo, di dalam sebuah berita di situs hukumonline.com  yang mengutip dari webistenya www.setkab.go.id  ikut menyoroti masalah BPJS tersebut. Dalam situs itu disebutkan bahwa Presiden jokowi mengaku menemukan banyak masalah di lapangan terkait pelaksanaan BPJS Kesehatan.“Saya sendiri melihat di lapangan banyak masalah-masalah yang dikeluhkan masyarakat, terutama pembayaran di rumah sakit misalnya Rp14 juta hanya dibayar Rp 4 juta. Sisanya harus dibayar sendiri, dan hal-hal yang lainnya,” kata Presiden Jokowi saat memimpin rapat terbatas mengenai pelaksanaan BPJS Kesehatan, di kantor Presiden, Jakarta, Jumat (27/2/15)

Tentu banyak sekali masalah yang masih menyelimuti BPJS yang usianya masih seumur jagung ini, mulai dari persoalan-persoalan regulasi, anggaran dan pengawasan serta hal-hal teknis lainnya yang berkaitan dengan pelayanan  kesehatan terhadap anggota yang masih karut marut. Salah satunya yang mungkin ini adalah hal kecil yang mungkin terlupakan adalah sosialisasi yang masih minim, sehingga masih banyak orang yang belum memahi sepenuhnya sistem BPJS yang  berlaku. Kemudian dalam banyak pengalaman anggota BPJS sering terkejut dan mengeluh ketika ingin mendapatkan pelayanan yang lebih baik. Misalnya seorang pasien yang golongan IV sakit dan harus dirawat di ruang kelas I atau kelas dua, namun untuk kenyamanan memilih kelas VIP, lalu harus membayar biaya lebih besar dari yang dibayar oleh BPJS. Sayangnya hal ini tidak mendapat penjelasan yang semourna dari pihak rumah sakit dan juga tidak pernah mendapat penjelasan dari BPJS. Sehingga ketika keluar dari rumah sakit, banyak pasien yang tergagap-gagap membayar biayanya. Seharusnya hal-hal kecil seperti ini bisa lebih diperhatikan dan dijelaskan kepada anggota, sehingga bisa mengurangi keluhan anggota terhadp BPJS.

Persoalan-persoalan lain di luar persoalan halal haramnya BPJS adalah berkaitan dengan adanya program jaminan kesehatan lain seperti program politiknya Presiden Joko Widodo, yakni KIS, lalu ada pula program politik di daerah seperti JKA ( kini JKRA) Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh, di Aceh dan juga mengkin masih ada program lainnya di daerah-daerah lain yang kita tidak mengetahuia dimana batasan-batasan semua program tersebut. Lalu bagaimana hak anggota terhadap program nasional dan daerah ketika ingin mendapatkan pelayanan dan atau jaminan kesehatan itu. Batasan-batasan yang ada tampaknya seperti masih berada pada batasamn yang abu-abu atau samar-samar di mata masyarakat. Jadi, masih banyak persoalan dan masih banyak yang harus dibenah. Semoga saja, persoalan halal dan haram ini segera mendapatkan kejelasan dari pihak pengelola BPJS. Kepada MUI kita juga berharap agar persoalan ini bisa dilihat dengan jernih dan lurus, sehingga tidak tampak ada tendensi penilaian dan kepentingan antara bank konvensional dan bank syariah.

 

 

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun