Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Di Aceh Banyak Pabrik Sabu-sabu?

30 Juli 2015   23:52 Diperbarui: 12 Agustus 2015   04:07 1583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Tabrani Yunis

Sebagai orang luar Aceh, apa kesan anda ketika menyebut Aceh? Bagi sebagian orang pasti sangat terkesan bahwa Aceh dulu adalah ladang konflik yang berkepanjangan antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka. Menjadi sangat terkesan, karena tragedi konflik yang berkepanjangan tersebut membuat Aceh menjadi daerah yang sangat menkutkan, daerah yang tertutup dan juga sebagai daerah yang menjadi ladang pembantaian oleh pihak yang berkonflik. Sebagai orang luar Aceh, mungkin ada banyak yang membayangkan bagaiamana targedi yang memilukan, yakni bencana gempa 8.9 SR yang menyebabkan tsunami pada tanaggal 26 Desember 2004. Targedi yang membuat masyarakat dunia menangis melihat dahsyatnya cobaan Allah terhadap masyarakat Aceh saat itu. Sebagai orang yang berada di luar Aceh dan ketika anda akan mengadakan perjalanan ke Aceh, maka image yang sering muncul adalah bahwa di Aceh semua perempuan berjilbab dan laki-lakinya mungkin berkain sarung atau bersorban, karena di Aceh berlaku syariat Islam. Jadi wajah orang Aceh itu dalam image banyak orang sangatl;ah Islami. Tentu tidak salah semua kesan atau image orang luar tentang Aceh, karena Aceh memang selama ini juga menjadi daerah yang berfungsi sebagai laboratoriun konflik dan perdamaian, laboratorium politk, laboratoriun bencana dan sebagainya. Semua ini tidak berkonotasi sangat negatif.

Nah, bagi orang Aceh yang berjalan keluar Aceh, misalnya ke Jakarta, atau ke mana saja di Indonesia, sering seklai mendapat pertanyaan -pertanyaan konyol dari orang luar Aceh. Ya, ketika bertemu dengan teman-teman di Jakarta atau di daerah lain,  sambil berseloro mereka bertanya, " ada bawa ganja?". Apa? Ganja? ya, ganja.

Lalu, salahkah bila banyak orang luar Aceh bertanya kepada orang Aceh yang sedang di luar dengan pertanyaan seperti halnya di atas, tentu saja tidak salah. Karena Aceh selama ini sangat dikenal dengan ladang ganjanya. Pihak kepolisian sering sekali menemukan dan melakukan pemusnahan terhadap ladang ganja di Aceh.  HARIANACEH.co.id — memberitakan bahwa  Polres Aceh Besar menemukan ladang ganja di Aceh Besar seluas 29 hektare. Sebagian besar ganja telah dimusnahkan di lokasi penemuan. “Ada lima titik yang ditemukan,” kata Heru Novianto, Kepolisian Resor Aceh Besar Ajun Komisaris Besar seperti dilansir laman tempo, Selasa (26/5/2015).

Menurutnya, pemusnahan ini telah dilakukan pada hari Minggu (24/5/2015) lalu, dengan melibatkan 87 polisi dan masyarakat setempat. Sejak beberapa hari sebelum pemusnahan, sebagian personel kepolisian telah berada di ladang ganja di Pegunungan Glee Dua, Desa Meurah Kemukiman Lamteuba, Kecamatan Seulimeum, Aceh Besar, itu. Semnetara itu sebelumnya banyak pula ditemukan ladang ganja di berbagai daerah lain di Aceh. Salah satu apa yangdiberitakan oleh  TRIBUNNEWS.COM. ACEH-  bahwa Tim personil dari Kodim 0103 Aceh Utara, menemukan ladang ganja seluas 11 hektare di pedalaman Aceh Utara, Desa Tepinrisit, Kecamatan Sawang, Senin,( 29/12/2014) . Sangat banyak kasus penemuan ladang ganja dan penangkapan pengguna dan penjual ganja di Aceh dan di luar Aceh.

Banyaknya penemuan ladang ganja dan penangkapan orang-orang terkait ganja ini, membuat orang luar Aceh beranbggapan bahwa setiap orang Aceh itu punya ganja. Padahal tidak demikian. Makanya konsekwensi menjadi orang Aceh bisa kita bayangkan bahwa setiap ada penangkapan kasus narkoba berupa ganja, maka orang-orang Aceh yang sedang dalam bus di perjalanan menuju Jakarta, atau bahkan ke Malaysia,  sangat sering diperiksa, walau sebenarnya tidak semua orang Aceh itu dekat dengan ganja. Namun , karena sudah terlanjur terkenal dengan ganja Aceh yang berkualitas prima tersebut, kesan orang luar terhadap orang Aceh terkait ganja menjadi sangat khusus. Anehnya, ketika orang-orang melihat Aceh dari sudut pandang ganja, banyak orang Aceh yang kabarnya kini mengonsumsi narkoba jenis lain, yakni sabu-sabu.

Peredaran sabu-sabu di Aceh ternyata sudah cukup parah. Bisa lebih parah dari persoalan ganja. Karena bila kita bertanya kepada  remaja di desa di beberapa wilayah Aceh ada yang berujar seperti ini, " Kalau Aceh sudah ketinggalan zaman, Kini yang popular ya sabu-sabu. Celaka bukan?

Memang sangat celaka. Karena peredaran sabu-sabu di Aceh sudah tergolong gila. Bayangkan saja, di awal tahun 2015 ini saja banyak sekali kasus penaagkapan bandar sabu-sabu dilakukan oleh pihak keamanan. harian Serambi Indonesia edisi 16 Februari 2015 dalam tajuknya menyebutkan bahwa  Aparat Polri bersama TNI di Aceh Utara, Sabtu (14/2/15) pagi, berhasil menyita 14,4 kg sabu-sabu beserta empat orang yang diduga anggota jaringan mafia narkoba internasional. Sebagaimana diberitakan Harian Serambi Indonesia kemarin, para tersangka disergap di Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara.

Kejadian ini menambah daftar panjang penangkapan sabu-sabu di Aceh. Pada 22 Januari 2015, Bakhtiar Joni, sopir truk intercooler, asal Aceh Timur tertangkap tangan membawa 17,1 kg sabu-sabu dan 170.000 pil ekstasi. Jika dikonversi ke rupiah, nilainya mencapai Rp 85 miliar. Pelaku mengaku bahwa dia hanya kurir, sedangkan pemesan sabu dan ekstasi itu berdomisili di Medan, Sumatera Utara. Gila bukan?

Lebih gila lagi. ternyata Aceh juga akhir-akhir ini disinyalir memiliki sejumlah pabrik sabu-sabu. Tentu bukan pepesan kosong, karena bila kita lihat akhir-akhir ini juga banyak pemberitaan tentang penggerebekan pabrik sabu-sabu di Aceh. Pada bulan April 2015 yang lalu, Badan Narkotika Nasional (BNN) pusat yang didampingi 10 petugas Polsek Seruway, Aceh Tamiang, berhasil menggerebek pabrik sabu di Desa Lubuk Damar, Kecamatan Seruway, Aceh Tamiang, Aceh, Jumat (24/4) siang. Kemudian, Polresta Banda Aceh, Senin (12/1/2015) malam berhasil menggrebek pabrik sabu yang beroperasi di sebuah rumah di Neusu tepatnya di Jalan Merak, Lorong Jeumpa, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh. Pada penggrebekan yang dipimpin langsung oleh Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Zulkifli, ditemukan satu ons sabu dan berbagai alat pembuatan sabu. ( SerambiNews.com). Selain dua kasus pabrik sabu-sabu tersebut di atas, Aceh Selatan juga pernah dicurigai memiliki pabrik sabu-sabu.

Dari kasus-kasus penangkapan terhadap mafia sabu-sabu yang memproduksi sabu di Aceh tersebut, maka dikhawatrkan akan semakin banyak pabrik barang haram ini di Aceh. Idealnya Aceh sebagai negeri yang menyandang satatus sebagai negeri syariat, tindakan membuat, menjual dan menggunakan narkoba harusnya jauh dari masyarakat Aceh. Oleh sebab itu, segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan sabu-sabu harus selaku diwaspadai dan harus diberantas dengan penuh komitmen. Bila pemerintah terus menggencarkan upaya pencarian dan pengawasan terhadap peredaran narkoba jenis sabu-sabu di Aceh ini, poaling tifak bisa mengurangi munculnya kasus-kasus penyalahan gunaan narkoba di Aceh. Kita berharap semua pihak mau saling bahu membahu memberantas beredarnya narkoba, termasuk sabu-sabu

 

Seben

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun