Oleh Tabrani Yunis
Hari itu, Senin 16 September 2013. Di area gedung Perpustaakan daerah Aceh, sedang berlangsung bazar buku. Acara bazar tersebut menghadirkanbeberapa penerbit dan bahkan toko buku di Aceh dan luar Aceh. Pada saat bersamaan, di halaman depan perpustakaan itu, dilaksanakan pula acara puncak hari kunjungan pustaka sekaligus pengumuman pemenang beberapa lomba. Acara itu dihadiri oleh para pustakawan, pelajar, guru dan undangan lainnya. Usai, pengumuman pemenang dan kata sambutan dari kepala Badan Arsip dan Perpustakaan Aceh, H Suferdi, MM, dilakukan acara penobatan Raja dan Ratu Baca Aceh. Heri Syahputra, yang masih mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala dinobatkan sebagai raja baca. Sedangkan Ummunissa Hidayati, mahasiswi Jurusan Psikologi Universitas Syiah Kuala itu, dinobatkan sebagai Ratu Baca. Dalam acara penobatan tersebut, Raja dan ratu Baca menerima hadiah atau upeti, masing-masing Rp. 10.000.000. Lalu, sebagai bentuk apresiasi dan ekspresi Raja dan Ratu, sang raja dan Ratu menyampaikan rasa suka dan bangga menjadi raja dan Ratu. Mereka memaparkan bagaimana proses terpilihnya dan dinobatkan mereka menjadi Raja dan ratu Baca Aceh.
Penobatan Raja dan Ratu Baca Aceh ini, sangat menarik untuk dibahas dengan tuntas. Setiap acara pemilihan dan penobatan tersebut pasti ada yang melatarbelakangi atau ada background di balik acara itu. Juga mustahil tanpa maksud dan tujuan. Oleh sebab itu tidak ada salahnya bila kegiatan penobatan Raja dan Ratu Baca Aceh tersebut kita ulas lebih jauh. Tentu saja proses pemilihan Raja dan Ratu ini tidak sama seperti pemilihan raja dan ratu dangdut. Karena latar belakang, maksud dan tujuannya sangat berbeda. Oleh sebab itu, ketika pemilihan dan penobatan Raja dan Ratu baca Aceh dilakukan, maka dapat dipastikan ada persoalan rendahnya minat membaca di kalangan masyarakat kita. Realitas kekinian masih menunjukan bahwa minat baca masyarakat kita terbukti masih rendah.Secara nasional, minat baca masyarakat kita tergolong masih sangat rendah. Hasil survei United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization(UNESCO) tahun 2011, membuktikan bahwa indeks membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001 (dari seribu penduduk, hanya ada satu orang yang masih memiliki minat baca tinggi). Memprihatinkan bukan?
Kenyataan ini juga tersirat dari ungkapan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono. Beliau mengatakan, tingkat kunjungan masyarakat, khususnya kalangan pelajar dan mahasiswa Indonesia ke perpustakaan dinilai masih rendah. Hal ini diungkapkan beliau ketika mengunjungi Yayasan Perguruan Khairul Imam di Medan. Agung mengatakan, rendahnya tingkat kunjungan ke perpustakaan bukan hanya di daerah, melainkan juga di perpustakaan yang terdapat di gedung DPR/MPR. Di perpustakaan yang berada di gedung parlemen tersebut, jumlah pengunjungnya hanya sekitar 20 persen. "Itu pun (pengunjungnya terdiri dari) para konsultan, bukan individu atau pelajar," kata mantan Ketua DPR tersebut. REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN – 10 September 2011)
Di Aceh yang jumlah penduduknya hanya sekitar 4 jutaan ini, minat baca juga masih tergolong sangat rendah.Tidak ada data valid yang dapat kita gunakan untuk membuktikan pernyataan itu. Namun dengan melihat realitas perpustakaan, pertumbuhan dan perkembangan toko buku di Aceh, dapat dijadikan sebagai indikator dari rendahnya minat baca. Selain itu, jumlah pembeli buku pun masih relative rendah. Mungkin bisa kurang dari 1 % masyarakat Aceh yang membeli buku setiap hari. Kondisi ini, membuat toko buku sepi dan tidak bisa berkembang di Aceh, seperti layaknya di kota-kota besar di Indonesia.
Diakui atau tidak,minat baca kita, terutama di Aceh masih rendah. Hal ini pernah diungkapkan oleh Teuku Setia Budi, kala beliau masih menjabat Sekda Aceh. Beliau saat membuka pameran buku ( book fair ) di Hermes Palace mall mengatakan bahwa “ diakui atau tidak, selama ini minat baca masyarakat Aceh sangat kurang. Hal ini bisa dilihat dari jumlah pengunjung di pustaka daerah, baik yang disediakan pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten kota. Padahal buku merupakan peran penting di tengah masyarakat dan merupakan sumber ilmu tanpa batas dalam kehidupan manusia. Untuk menjadikan Aceh sebagai daerah maju dan berkembang, kata dia, dibutuhkan wawasan bagi seluruh masyarakat Aceh. Dia berharap masyarakat Aceh tidak enggan dan malas membaca buku. ( Atjehpost.com, 31 Mai 2013).
Rendahnya minat baca di kalangan masyarakat Aceh, juga diungkapkan oleh Kepala Badan Arsip dan Pustaka Aceh Superdi dalam pidatonya saat melakukan acara penobatan Raja dan ratu Baca Aceh pada 16 September 2013. beliau menilai minat membaca di kalangan masyarakat Aceh saat ini sangat rendah. Hal itu menurutnya dilihat dari sepinya pengunjung di sejumlah perpustakaan di Aceh. Lebih lanjut ungkap beliau bahwa "Pustaka di kabupaten/kota dan desa-desa selama ini kurang dimanfaatkan, sehingga keberadaan terkesan mubazir. Hal ini juga disebabkan minimnya buku-buku referensi yang dibutuhkan di pustaka, serta jumlah pustaka gampong belum merata di setiap desa," kata Superdi kepadaacehonline.info, Senin (16/9/13).usai pengukuhan Duta Baca Aceh di Halaman Pusatakan Wilayah Banda Aceh.
Kondisi inilah yang kemudian membuat Badan Arsip dan Perpustakaan Aceh terus berupaya mendorong agar minat baca masyarakat Aceh meningkat dengan berbagai cara. Beberapa cara tersebut adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan perpustakaan di semua tingkat, baik di tingkat wilayah Provinsi, kabulaten kota, kecamatan, hingga di tingkat desa. Di Perpustakaan tingkat Provinsi, Badan Arpus telah membuka pelayanan malam hari dan juga membuka pelayanan pada hari Sabtu dan Minggu.Selain itu, Badan Arsip dan Perpustakaan Aceh juga terus berupaya mendekatkan akses buku kepada masyarakat dengan mengopersikan mobil-mobil pustaka keliling yang siap memberi pelayanan bacaan kepada masyarakat. Lalu, untuk mendorong semangat masyarakat dan juga pustakawan di bawah Badan Arsip dan Perpustakaan Aceh,dilakukan pula beberapa lomba yang sangat menarik. Misalnya, lomba bercerita, lomba resensi buku, memilih perpustakaan terbaik, sekali gus memilih pustakawan berprestasi atau pustakawan teladan.
Tentu saja agar koleksi bacaan tersedia dan sesuai dengan kebutuhan pengunjung, Badan Arsip dan Perpustakaan Aceh terus berupaya menambah koleksi buku untuk setiap pustaka di Aceh dan lain-lain. Bahkan untuk pustaka gamapong dan desa yang jumlahnya kini mencapai 1200 unit di seluruh Aceh. Di samping itu, juga menggelar berbagai kegiatan, seperti bazar dan pameran buku, dan pemilihan pemilihan Raja dan ratu Baca Aceh. Semua ini dimaksudkanuntuk mendorong meningkatnnya minat baca di kalangan masyarakat kita di Aceh.Jadi pemilihan Raja dan Ratu baca tersebut, tidak terlepas dari persoalan rendahnya minat baca masyarakat Aceh saat ini, sehingga perlu dimotivasi dengan memilih Raja dan Ratu Baca. Dengan mengadakan acara pemilihan Raja dan Ratu baca tersebut, bisa menjadi pendorong bagi masyarakat untuk lebih sering dan intensif mengunjungi perpustakaan dan melakukan aktivitas membaca.
Semua Bisa
Betapa senang dan bahagianya hati Raja dan Ratu Baca, tatkala mereka dinobatkansebagai Raja dan Ratu. Kebahagiaan itu, bukan saja karena mereka mendapat predikat Raja dan Ratu Baca Aceh, tetapi juga ada imbalan yang sangat berharga mereka peroleh.Imbalan pertama yang mereka peroleh adalah kaya akan informasi, ilmu dan pengetahuan, karena mereka banyak membaca.Kekayaan itu terpancara kala mereka menyampaikan pesan dan pesan mereka kepada para pengunjung. Kedua, predikat ini adalah predikat yang bernilai intelek dan yang ke tiga, sebagai imbalan atas presatsi membaca, mereka mendapatkan hadiah/upeti berupa uang dan tropi. Ke empat, mereka menjadi model yang perlu ditiru dan diikuti.Jadi, banyak untungnya bukan? Pasti banyak untungnya. Oleh sebab itu, berusahalah untuk menjadi Raja dan Ratu Baca Aceh. Sulitkah?
Tentu tidaklah sulit. Sebenarnya, setiap orang bisa menjadi Raja dan Ratu baca, tanpa harus ada sebuah prosesi pemilihan yang menghabiskan biaya dan waktu. Setiap orang bisa jadi raja dan ratu baca, pada level yang juga berbeda-beda. Orang tua di rumah bisa menjadi Raja dan Ratu baca pada tingkat rumah tangga. Di sini, kedua orang tua bisa menjadi model bagi anak-anak mereka dalam hal membaca. Tentu saja, orang tua harus rajin membaca, baik di rumah, maupun di perpustakaan. Di sekolah, kepala sekolah dan wakil, atau juga guru-guru, bisa menjadi Raja dan Ratu Baca, dengan menjadi contoh dan teladan kepada para siswa dalam hal membaca dan kunjungan pustaka. Oleh sebab itu, kepala sekolah, wakil dan guru harus rajin membaca di pustaka, agar para siswa juga akan mengikuti jejak langkah sang guru. Begitu pula halnya dengan para siswa. Setiap siswa bisa menjadi Raja dan Ratu baca. Caranya adalah dengan rajin membaca dan kunjung pustaka. Begitu mudah untuk menjadi Raja dan Ratu baca. Kuncinya, kita awali dari diri kita. Pasti bisa. Ya semua kita jadi Raja dan Ratu Baca. Dengan demikian, semua bisa membuka jendela dunia, semua bisa menikmati isi wacana dan sekaligus, bisa berbagi banyak cerita karena kita banyak membaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H