Oleh : Pretty Failasufa Aziza, S.I.A., M.A (Kaprodi MSDM Polteknaker)
Dalam kehidupan berorganisasi, unsur manusia memegang peran yang paling penting disamping sumber-sumber lain yang dimiliki organisasi. Tanpanya organisasi hanya stuck di tempat dan tidak menghasilkan sesuatu.
Manusia ibarat bahan bakar yang mampu memberikan energi untuk menggerakkan organisasi. Hal tersebut karena manusia memiliki daya pikir berupa akal budi serta daya fisik berupa kecakapan dan keterampilan. Dengan potensi tersebut manusia dapat memanfaatkannya untuk meraih keberhasilan dalam mencapai tujuan baik secara pribadi maupun di dalam organisasi.
Namun sehebat apapun manusia, tidak akan berguna bagi organisasi apabila tidak didukung oleh faktor-faktor tertentu. Manusia perlu diperhatikan dan dipenuhi kebutuhannya, dalam hal ini organisasi perlu mempedulikan karyawannya dan melibatkan mereka dalam segala keputusan keorganisasian, sehingga mereka merasa nyaman, dibutuhkan dan menjadi bagian dari organisasi.
Karyawan memegang peran penting bagi perusahaan, sehingga mereka perlu diperhatikan. Karyawan yang puas, terpenuhi kebutuhannya dan nyaman bekerja di kantor, akan terikat di tempat kerja dan senantiasa memberikan lebih bagi perusahaan tempat dia bekerja (Robbin dan Judge).
Menurut Andreas Budihardjo (2014 : 161) perilaku karyawan bukan karena tuntutan tugasnya tapi lebih didasarkan pada kesukarelaannya sehingga mampu meningkatkan efektivitas organisasi disebut sebagai Perilaku Kewarganegaraan dalam Organisasi (PKO) atau istilah lainnya disebut sebagai Organizational Citizenship Behavior (OCB).
OCB muncul karena karyawan memiliki perasaan sebagai anggota organisasi dan merasa puas apabila melakukan sesuatu yang lebih kepada organisasi. Perilaku tersebut tidak didasari oleh sistem reward melainkan lebih didasarkan pada sikap kesukarelaan atau dorongan emosional, bukan merupakan unsur paksaan, yang membuat karyawan memberikan sesuatu lebih bagi kemajuan perusahaan.
Salah satu bentuk OCB adalah loyalitas karyawan terhadap perusahaan, yang biasanya ditunjukkan oleh sikap tetap bertahan di perusahaan sekalipun berada pada kondisi yang tidak menguntungkan. Karyawan yang memiliki sikap OCB tinggi cenderung lebih betah dan loyal terhadap perusahaan meskipun gaji yang diterima lebih kecil dibandingkan jika dia bekerja di perusahaan lain.
Karena terkadang yang terjadi adalah loyalitas karyawan rendah sekalipun kompensasi yang diterima sebanding atau lebih besar dibandingkan kontribusinya. Dalam hal ini materi bukan merupakan paradigma utama pendorong loyalitas karyawan.
Organisasi menginginkan karyawan yang bersedia melakukan lebih dari tugas formal mereka dan mau memberikan kinerja melebihi harapan. Dalam dunia kerja yang dinamis seperti saat ini, fleksibilitas sangatlah penting.
Karyawan dapat memiliki ruang untuk menyeimbangkan antara kehidupan pribadinya dengan pekerjaan (worklife balance) agar mereka dapat mencurahkan fokus dan perhatiannya dalam memenuhi tanggung jawabnya sebagai karyawan tanpa kehilangan kualitas kehidupan pribadinya.