Tabitha Intana Tandepadang, Dedin Finatsiyatull Rosida, Feni Kusumaning Arum, Cita Risma Anggi Kurnia Rani, Sabila Rosda
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknik
UPN “Veteran” Jawa Timur
Email : dedinbahrudin@gmail.com
Makanan sisa akibat memasak makanan dalam jumlah banyak sering dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Penyimpanan makanan sisa dengan cara yang tepat dapat menghemat pengeluaran. Ada beberapa masalah yang sering dijumpai dalam penyimpanan makanan sisa misalnya penurunan kualitas makanan ataupun kontaminasi bakteri yang dapat menimbulkan penyakit bagi orang yang mengonsumsi. Setiap jenis makanan membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penyimpanannya, karena ada jenis makanan yang mudah busuk/basi dan ada yang tidak.
Temperature Danger Zone (TDZ) adalah rentang suhu di mana bakteri dapat tumbuh pada makanan. FDA (Food and Drug Administration) menyatakan bahwa TDZ berkisar pada suhu 40-140 derajat F (5-60 derajat C). Makanan yang diletakkan pada kondisi suhu hangat (5-60 derajat C) selama lebih dari 2 jam berpotensi berbahaya, karena pada kondisi tersebut bakteri mulai tumbuh sehingga dapat mengakibatkan keracunan makanan apabila dikonsumsi. Kontaminasi pada makanan melibatkan beberapa bakteri yang bersifat patogen misalnya: Escherichia coli, Salmonella, dan Campylobacter.
Waktu aman untuk mengonsumsi makanan yang dibiarkan pada kondisi TDZ disebut ‘4-hour/2-hour rule’. Pada kaidah tersebut dijelaskan bahwa makanan: dalam 0-2 jam harus segera disimpan dalam alat pendingin dengan suhu < 5 derajat C, dalam 2-4 jam harus segera dikonsumsi, dan setelah 4 jam sebaiknya dibuang. Hal ini karena kondisi TDZ merupakan kondisi optimal bakteri untuk berkembang biak dengan membelah diri menjadi dua bagian atau disebut juga mitosis. Pada kondisi tersebut jumlah bakteri akan bertambah menjadi dua kali lipat setiap 15 menit, sehingga dalam 4 jam jumlah bakteri diperkirakan mencapai puluhan ribu. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang memadai untuk menimbulkan penyakit bagi pengonsumsi. Oleh karena itu, secepatnya atau maksimal 2 jam setelah dimasak, makanan sisa harus segera dimasukkan ke dalam alat pendingin dengan suhu < 5 derajat C. Penyimpanan pada suhu dingin tidak dapat membunuh bakteri, akan tetapi dapat menghambat atau memperlambat pertumbuhannya.
Pada penyimpanan dalam alat pendingin, makanan sebaiknya disimpan dalam wadah kedap air dan udara untuk mencegah kerusakan fisik dan biologis. Pemberian label berisi tanggal pada wadah penting dilakukan guna mengetahui waktu konsumsi yang tepat dan mempermudah penerapan metode FIFO (First In, First Out). Pengecilan porsi makanan sebelum didinginkan juga sangat berguna karena dapat mempercepat pendinginan atau pembekuan, juga memungkinkan proses thawing lebih cepat ketika akan dikonsumsi kembali. Selain itu, porsi yang lebih kecil dapat mengurangi perlakuan keluar-masuk makanan dalam alat pendingin, juga dapat meminimalisir kontaminasi silang akibat membuka dan menutup wadah berkali-kali.
Makanan sisa yang telah disimpan di suhu dingin lama-kelamaan akan membeku sehingga jika akan dikonsumsi kembali harus dilakukan proses thawing atau pencairan. Proses tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya: 1) Lemari es. Pada metode ini, suhu makanan tetap terjaga sehingga pertumbuhan bakteri patogen rendah, akan tetapi membutuhkan banyak ruang pendingin dan waktu paling lama; 2) Air dingin. Metode ini lebih cepat daripada metode lemari es, akan tetapi berpotensi terjadi kontaminasi silang dari air yang masuk ke sel-sel bahan pangan yang dicairkan; 3) Suhu ruang. Proses thawing yang dilakukan di suhu ruang terjadi dengan cepat, akan tetapi pada kondisi TDZ, bakteri patogen berpotensi tumbuh dengan cepat; 4) Microwave. Proses thawing dengan microwave dapat terjadi dengan sangat cepat, akan tetapi panas saat proses thawing berpotensi tidak merata ke seluruh bagian makanan. Pemanasan makanan sisa dilakukan menggunakan suhu 75 derajat C selama minimal 15 detik.
Reference