Mohon tunggu...
Tabita Larasati
Tabita Larasati Mohon Tunggu... Desainer - disainer

suka jalan-jalan dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rasa Benci dan Upaya Pelengseran

24 Juni 2023   15:03 Diperbarui: 24 Juni 2023   15:05 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu lalu kita dikejutkan dengan ide beberapa orang intelektual soal pelengseran atau sering disebut pemakzulan Presiden RI, Joko Widodo. Ide tersebut agak menggelikan karena diucapkan menjelang berakhirnya jabatan presiden selama dua periode.

Ada baiknya, ide itu diucapkan atau ada saat periode pertama masa jabatan. Jika orang yan sama terpilih untuk kedua kalinya, kan sama saja dengan bahwa sebagian besar masyarakat menghendaki Joko Widodo menjadi presiden.

Alasannya, Presiden Joo Widodo telah banyak melakukan pelanggaran konstitusi dan korupsi yang merajalela. Bahkan Amien Rais membuat baliho soal itu dan terpampang di jalanan di Solo.

Ide pemakzulan itu sejatinya bukan sesuatu yang aneh di dunia. Pelanggaran konstitusi yang dilakukan pemimpin hampir di semua negara selalu berujung pada pemakzulan. Bahkan, di Inggris, Boris Johnson memilih mundur sebagai Perdana Menteri setelah dihujani kritik dari publik, lantaran pria yang lahir pada 19 Juni 1964 itu mengadakan pesta di saat pemerintah memberlakukan kebijakan lockdown di awal pandemi Covid-19 pada 2020. Kejadian itu dikenal dengan skandal partygate.

Namun itu di Inggris. Bagaimana di Indonesia? Abdurahman Wahid pernah dipaksa lengser antara lain oleh AR. Pelengseran itu sangatlah bersifat politis karena ada beberapa upaya pengkondisian oleh AR terutama karena banyak kebijakan Gus Dur tidak mengakomodir kepentinganAR.

Atau bisa dikatakan upaya pelengseran Jokowi oleh AR kali ini tidak menyelesaikan masalah, justru menambah masalah. Hal yang mungkin akan tejadi adalah krisis politik karena tidak ada pelanggaran apapun yang dilakukan oleh Joko Widodo. Hal ini bertambah runyam karena pemilu akan digelar awal tahun depan.

Jadi untuk apa dilengserkan jika tak punya alasan kuat untuk melengserkannya. Apalagi sebagian besar publik melalui media sosialnya, sudah bisa menilai kinerja pemerintah. Alih alih ini hanya akumulasi rasa benci yang dimiliki oleh beberapa orang karena kepentingan mereka tidak diakomodir oleh pemerintah.

Jika itu yang terjadi, untuk apa melengserkan presiden? Lucu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun