Dua decade ini secara tidak sengaja kita bergulat dengan apa yang dinamakan ideologi transnasional. Beberapa diantara nya adalah Salafi dan Wahabi. Baru-baru ini umat di Pamekasan marah terhadap tokoh wahabi yang melakukan ceramah di kota tersebut. Isi ceramahnya bertone negative terhadap Islam moderat yang sebagian besar dianut oleh masyarakat Indonesia.
Sebenarnya tidak mudah untuk membuat orang Indonesia marah karena kita dikenal sebagai masyarakat yang ramah dan berprasangka baik. Akan marah jika pihak lain menyinggung diri, keluarga, lingkungan dan keyakinannya.
Kaum moderat Islam di Pamekasan layak marah karena ucapan  tokoh wahabi yang menyoal tradisi yang dilakukan banyak umat islam seperti tahlil, perayaan maulid nabi dll sebagai sesuatu yang syirik dan bi'dah. Tokoh wahabi itu juga menyoal Hasyim Asyari yang tidak setuju dengan kegiatan itu.
Wahhabisme atau Wahhabiyah adalah aliran yang diangap sebagai aliran reformasi keadamaan dalam Islam. Wahabi yang besar di Saudi Arabia bersifat keras, konservatif dan cenderung kasar serta kaku. Aliran yang seperti ini biasanya menghasilan prespektif intoleran dan radikal bagi penganutnya. Bukan hanya intoleran terhadap agama lainnya, tapi penganut islam sendisi namun berbeda aliran, kaum wahabi juga akan memusuhinya.
Sedangkan Islam di Indonesia sangat berbeda karena Islam Indonesia dikenal dengan Islam yang ramah, moderat, dan fleksibel terhadap tradisi masyarakat setempat. Islam yang seperti ini akrab dengan perbedaan, pluralis dan toleran baik. Karena itu, meski Indonesia punya keberagaman yangsangat kompleks, namun bisa saling bersinergi dengan dua ormas yang moderat ini.
Tapi bukankah NU dan Muhammadiyah sebagai pilar utama bagi Islam moderat di Indonesia sangatlah besar sehingga Wahabi bukanlah ancaman ?
Jawabannya : salah. Bagaimanapun perkembangan Wahabi di Indonesia haruslah diantisipasi dengan baik oleh masyarakat dan pemerintah. Kita tahu bahwa kini mereka menyusup di banyak lini masyarakat. Dari pendidikan, komunitas, pegawai pemerintahan dan lain-lain. Tentu kita ingat hasil penelitian dan temuan-temuan soal yang bersifat intoleran. Kta juga ingat penelitian yang mendapati begitu banyak masjid di lingkungan BUMN yang kerap menguncang penceramah radikal.
Karena jika pembiaran terjadi dan tidak diantisipasi, maka bisa saja dalam lima puluh tahun atau seratus tahun mendatang, Islam Indonesia yang moderat ini berubah menjadi kaku dan keras.
Oleh karenanya, kita harus punya konstruksi yang baik untuk mempertahankan Islam moderat kita ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H