Hari-hari ini kita sibuk atas tiga hal : Berita Bencana alam (Gempa Cianjur) dan erupsi Semeru), Pengadilan Ferdy Sambo, Pernikahan Kaesang Pangarep dan bom bunuh diri di Bandung.
Bom itu kemudian membuat banyak sekali aparat menjaga rencana pernikahan Kaesang baik di Yogyakarta maupun di Solo. Diketahui bahwa sang pelaku yaitu Agus Sujatno yang berumur 34 tahun memang berasal dari Bandung namun telah beberapa waktu hijrah dan menikah di Solo dan kemudian menyerang aparat di Bandung dengan bom panci. Dia membawa tulisan soal Hukum yang menurutnya identic dengan kafir.
Aksi seperti ini dikatagorikan sebagai terorisme yaitu selangkah lebih berbahaya dibanding radikalisme. Banyak orang menyebut bahwa negara lebay soal radikalisme dan terorisme. Bahkan banyak juha yang menuding bahwa banyak aparat yang dituding sebagai paranoid terhadap intoleransi. Tudingan itu cenderung mengarah pada aksi pencegahan yang dilakukan aparat kepada pihak yang ditengarai bisa mengancam keamanan negara ini.
Namun rentetan peristiwa terorisme sejak tahun 2000 sampai sekarang (jadi kurang lebih 2 dekade) sejak bom Bali 1 membuat kita berfikir ulang bahwa aksi terorisme itu nyata ada dan bukan ilusi. Bahwa banyak orang menghalalkan darah orang yang dicap sebagai kafir untuk dibunuh. Bahwa banyak orang memahami kitab suci dengan tekstual dan kontekstual. Tentu saja zaman Nabi berbeda dengan zaman sekarang, namun itu tetap menjadi panduan sehingga aplikasi sikap dan tindakannya sering kali salah bahkan melenceng.
Sejak bom Bali 1 yang membawa korban ratusan jiwa, termasuk sebagian kecil kaum muslim sendiri, ada bom bali 2, bom Medan, berbagai bom dahsyat di Jakarta, dan beberapa bom di beberapa daerah / kabupaten. Ada juga bom di Makasaar dan dahsyat d tiga gereja di Surabaya yang membuat hati kita hancur. Beberapa kali juga markas polisi diserang oleh para teroris itu diantaranya kantor polisi di Sumatera Utara, di Jakarta dan yang terakhir ini di Bandung.
Mau tidak mau, sakit atau tidak sakit hati, kita harus mengakui bahwa radikalisme dan terorisme nyata ada. Jika kita sudah menerima itu hal selanjutnya yang harus kita tempuh adalah membasminya antaralain dengan mencegah dan mengobatinya. Dukunglah program pemerintah dengan segala upaya untuk mencegak radikalisme, terorisme dan intoleransi. Bukan kemudian nyinyirin di medsos.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H