Media sosial tidak selamanya buruk. Kadang media sosial memberikan kabar atau cerita tentang kebaikan dan keindahan.
Seperti pada saat perayaan Idul Fitri yang telah lewat, kita bisa tahu bagaimana kemeriahan perayaan Idul Fitri itu di berbagai daerah. Bukan saja karena tahun ini adalah tahun pertama kita tidak dibatasi oleh larangan bepergian karena Covid 19, tapi kemeriahan masing-masing daerah itu ternyata membawa kesan dan warna tersendiri bagi kita.
Lewat media sosial ada kisah yang membuat penulis di media sosial itu terharu. Sebut saja Nita seorang muslim yang akan melakukan salat Id di alun-alun kota Serang Banten. Ternyata menjelang masuk ke area alun-alun di beberapa titik ada beberapa orang yang membagikan kantong tempat sandal dan kertas koran untuk alas sajadah. Kertas koran dan kantong itu memang sangat membantu karena umumnya rumput di alun-alun masih basah karena embun.
Tidak itu saja, tulis Nita di instagram miliknya, beberapa orang yang diketahui sebagai pengurus dan jemaat sebuah gereja di Serang juga membagikan makan kecil usai salat sambil memberikan ucapan selamat Idul Fitri kepada umat muslim yang merayakan Idul Fitri saat itu. "Saya merasa terharu", tulisnya.
Peristiwa itu mungkin kita bisa katagorikan sebagai toleransi antar umat beragama. Namun lebih jauh dari itu itu adalah bentuk silaturahmi antara umat beragama tanpa mempersoalkan perbedaan keyakinan antar mereka.
Silaturahmi merupakan salah satu hal mendasar dalam ajaran agama Islam. Kita dianjurkan untuk selalu melakukan silaturahmi, dan Allah tidak menyukai orangatau pihak yang dengan sengaja memutus tali silaturahmi.
Idul Fitri memang momentum tepat bagi siapa saja untuk melakukan kebaikan, dan silaturahmi adalah salah satunya. Bukan saja terhadap saudara dan tetangga yang kita kenal, tapi sama dengan umat Nita yang salat Id di alun-alun Serang, mungkin saja tidak mengenal para anggota gereja yang mengucapkan selamat Idul Fitri itu namun Nita menyatakan terima kasih dan merasa terharu.
Sama halnya dengan kebiasaan kita akhir-akhir ini dimana sering menemukan atau bahkan kita sendiri terjebak oleh narasi-nrasi kebencian yang sebenrany tidak perlu. Entah itu soal keyakinan maupun hal lain, bahkan soal politik.
Narasi yang sebenarnya tidak perlu kita tuliskan di media sosial apalagi sebenarnya tidak perlu kita pikirkan. Karena secara takdir, sebagai bangsa memang sangat beraneka ragam sehingga silaturahmi adalah jembatan untuk saling memahami (sesuatu) yang berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H