Mohon tunggu...
Tabita Larasati
Tabita Larasati Mohon Tunggu... Desainer - disainer

suka jalan-jalan dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seharusnya Kita Toleran di Darmasraya

25 Desember 2019   18:45 Diperbarui: 25 Desember 2019   18:45 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru-baru ini kita dihebohkan oleh pelarangan perayaan Natal di Darmasraya Sumatera Barat. Mereka harus beribadah Natal ke Sawahlunto yang berjarak 120 km dari kampung mereka. Ini berat bagi mereka sehingga mereka memilih ibadah di rumah masing-masing.

Kabar ini kemudian viral dan kemudian ditanggapi oleh banyak orang termasuk pemangku kepentingan. Beberapa pihak mengungkapkan bahwa kebijakan desa untuk melarang umat Kristiani merayakan Natal sudah menjadi kesepakatan bersama pada tahun 1965. Pada saat itu dan tahun-tahun setelahnya, banyak sekali transmigrasi yang datang di wilayah itu.

Karena mayoritas kepercayaan penduduk dan adat istiadat yang kental dengan agama Islam, maka pemuka adat setempat meminta agar para transmigran yang akan dikirim ke sana harus beragama Islam. Dan memang para transmigran  yang dikirim itu beragama Islam. Tapi lama kelamaan tanah transmigrasi itu diberjual belikan dan sebagian dijual ke beberapa petani yang kebetulan beragama Kristiani.

Dan secara manusiawi karena mereka beragama Kristen, membutuhkan rumah ibadah untuk memenuhi kepercayaan mereka itu, termasuk melaksanakan ibadah Natal. Sementara menurut kesepakatan awal , para pemuka itu hanya menerima umat Islam untuk tinggal di daerah tersebut. Inilah akar yang dipersoalkan oleh banyak masyarakt Indonesia karena masyarakat setempat dianggap tidak toleran.

Kabar terakhir para umat Kristiani di tempat tersebut diperbolehkan beribadah tapi di beberapa desa di luar desa asal, tetapi jaraknya tak sampai 120 km. Meski di desa mereka sendiri, mereka tak bisa beribadah. Untuk sementara , masalah dianggap selesai.

Bila kita telaah lagi kejadian ini, menggambarkan bahwa di beberapa wilayah toleransi memang tidak ditemukan. Padahal hal ini seharusnya tidak terjadi di Indoensia yang sangat majemuk ini. Toleransi adalah hal penting yang sudah ada sejak negara ini berdiri. Kita tentu ingat bagaimana founding fathers juga memperhatikan pihak-pihak di luar Islam yang juga berjasa bagi bangsa Indonesia. Bukankah dahulu pahlawan Indoensia juga berlatar berlatar belakang etnis dan keyakinan yang berbeda. Karena itu toleransi dan Pancasila menjadi karakter bangsa dalam keadaan apapun.

Ini juga harus disadari oleh para pemuka adat di Darmasraya Sumbar. Peraturan yang memandang sesuatu atau semua harus homogeny harus diubah. Bangsa kita itu sangat beragam dan keberagaman itu adalah takdir yang harus kita hargai. Karena beragam, maka toleransi mutlak diperlukan untuk menjaga relasi dengan pihak lain.

Dengan menyadari ini, maka diyakini sebenarnya masalah larangan  beribadah di Darmasraya tidak terjadi. Bagaimana kita harus menjunjung toleransi demi masa depan kita sendiri, karena di tingkat global, kita juga berhubungan dengan pihak-phak yang berkeyakinan berbeda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun