Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Elon Musk Jadi Menkominfo?

25 Mei 2023   14:27 Diperbarui: 25 Mei 2023   14:40 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apakah Lupin TheThird bisa menjadi Menkominfo?"

"Karakter fiksi tidak bisa menduduki jabatan di dunia nyata."

"Kenapa?"

"Karena untuk jabatan tersebut harus memiliki kemampuan mengambil keputusan dalam konteks nyata."

"Lupin TheThird selalu hati-hati dalam mengambil keputusan lho."

"Syarat seseorang menjadi Menkominfo harus memenuhi kualifikasi, dan prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah."

"Ada orang nyata di belakang Lupin TheThird. Dia bisa menjalani prosedur dan syarat-syarat lain."

"Orang yang menduduki jabatan pemerintahan harus memiliki pengalaman valid, serta menjalani proses seleksi yang sesuai dalam lingkup nyata."

Itulah sekelumit obrolan "nyata" dengan ChatGPT. Saya memang hobi mengobrol dengan ChatGPT diwaktu luang. Anda dapat mencobanya nanti dan dijamin pasti ketagihan.

Sebenarnya saya tidak terlalu mengikuti berita tentang apa yang terjadi di Indonesia. Kalau mau menuliskan, saya akan bilang saja alasan klasik, yaitu sibuk. Alasan lain adalah, saya tidak begitu tertarik mengikuti hal-hal yang berbau politik.  

Saya tertarik ikut mengulas tentang dugaan korupsi yang sedang hangat sekarang, karena ada kata "BTS" pada pembicaraan. Tentu karena BTS ini juga bukan Bang Tan Sonyeondan, namun Base Transceiver Station. 

Kalau untuk nimbrung urusan BTS yang grup K-Pop sih, saya angkat bendera putih karena bukan penggemar lagu-lagunya.

Sekali lagi, konteks BTS yang saya bicakan disini adalah tentang stasiun pengendali komunikasi nirkabel. Di tulisan ini juga tidak ada bahasan politik, terlepas dari ada pendapat orang yang menyangkutpautkan perkara dugaan korupsi pengadaan BTS dengan politik.

Setelah googling sana sini, saya mendapat info bahwa BAKTI (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi) adalah badan dibawah Kemenkominfo yang terkena kasus korupsi pengadaan BTS 4G. 

Saya baru tahu bahwa ada badan pemerintah yang bertugas membangun BTS, bukan operator. Mungkin karena pengadaan BTS ini untuk daerah tergolong 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal).

Sebagai orang yang pernah berkecimpung dalam pengembangan BTS, saya tertarik untuk membahas beberapa hal.

Pertama, tanpa ada keinginan untuk mendiskreditkan, saya berpikir apakah daerah 3T "saat ini" perlu koneksi internet? Saya bicara koneksi internet karena yang ditekankan pada pembicaraan BTS adalah "4G"-nya. Berarti ini kan untuk komunikasi data, alias koneksi internet.

Kedua, apakah orang/penduduk yang terjangkau sinyal BTS tersebut, gratis menikmati layanan 4G tanpa membeli pulsa? Lalu apakah mereka juga akan mendapatkan pembagian gawai gratis, yang mampu koneksi dengan sinyal 4G?

Pulsa dan gawai untuk koneksi 4G biasanya harus dibeli, alias harus mengeluarkan uang sebelum kita bisa menikmatinya.

Ketiga, ketika benar-benar BTS dapat dipasang (tepatnya sih BTS, shelter, tower, antena, rectifier, baterai, komunikasi dengan pusat pengendali yang biasanya memakai koneksi microwave, dll), mampu di-maintenance secara teratur? 

Bagaimana pemeriksaan rutin, misalnya pengecekan apakah baterai masih bisa berfungi baik? Apalagi katanya ada daerah yang belum ada sumber energi (listrik).

Ditambah lagi, beberapa daerah hanya dapat dijangkau melalui udara, karena tidak ada jalan sehingga kendaraan seperti mobil dan motor tidak bisa digunakan. 

Bagaimana kalau nanti ada kerusakan? Apakah mampu dengan cepat ditangani, alias tersedia sparepart dan teknisi yang siaga setiap saat?

Pada laman BAKTI, tertulis misinya adalah "Memberikan pelayanan Kewajiban Pelayanan Universal (KPU/USO) yang berkualitas dan tepat sasaran dalam rangka mengatasi kesenjangan digital di Indonesia".

Saya ingin membahas dua hal saja dari misi tertulis. Yaitu "tepat sasaran" dan "kesenjangan digital".

Sekali lagi, bukan untuk mendiskreditkan daerahnya, apakah program pengadaan BTS 4G untuk daerah 3T itu sudah "tepat sasaran"? Sudahkah ada kajian untuk menyediakan koneksi internet dengan cara lain yang lebih efektif selain mendirikan tower BTS?

Tentang mengatasi "kesenjangan digital". Apakah itu ada urgensinya untuk daerah 3T? Bukankah literasi digital adalah paling penting untuk didahulukan?

Kalau mau bicara kesenjangan digital (bahasa kerennya digital devide), jangankan daerah 3T. Di daerah perkotaan contohnya Jakarta dan kota satelitnya seperti Depok dan Bekasi, kemudian didaerah bukan tergolong 3T pun, masih ada kok.

Kenapa di kota besar masih ada kesenjangan digital? Karena kemampuan akses (internet), bukan satu-satunya faktor digital devide. 

Akan tetapi, ada beberapa hal/masalah lain yang lebih kompleks. Untuk menyebutkan beberapa faktor lain, misalnya gender, status sosial, pendidikan, penghasilan, motivasi dan ketertarikan.

Kita kembali ke masalah dugaan korupsi pengadaan BTS, dengan akibat pencopotan Menkominfo.

Sudah banyak pakar, mantan pakar, pakar dadakan, rakyat biasa dari ujung barat sampai timur Indonesia, di dunia nyata maupun maya, heboh membicarakan siapa pengganti yang layak untuk menjadi Menkominfo.

Tidak bisa memungkiri, kalau urusan begini maka kegaduhan akan terjadi dimana-mana. Terutama kegaduhan di dunia maya. 

Maklumlah, kegaduhan yang bukan esensi dari masalah, memang kerap terjadi di masyarakat. Saya tidak paham apa yang menyebabkan itu.

Kalau menilik sejarah berdirinya Kemenkominfo yang bermula dari Departemen Penerangan, mungkin diperlukan juga peran lebih aktif, agar masyarakat dapat memperoleh asupan berita, dalam hal ini informasi publik, yang benar dan bermanfaat.

Kenapa saya mengatakan itu? Karena setelah membaca Perpres No.54 tahun 2015 tentang Kemenkominfo, pada pasal 19 tertulis" pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengelolaan dan penyebaran informasi publik, peningkatan peran media publik, serta pengembangan lembaga informasi dan kehumasan pemerintah".

Mungkin dengan asupan berita (informasi publik) yang bermanfaat, maka masyarakat tidak mudah ribut dengan hal-hal yang sebetulnya tidak perlu dibuat ribut. Sekali lagi, ini cuma sebuah kemungkinan.

Meskipun tidak suka kehebohan, namun saya masih penasaran mengenai siapa sosok yang menjadi Menkominfo nanti. 

Maka sebagai penutup, saya kembali bertanya kepada ChatGPT.

"Apa Einstein bisa menjadi Menkominfo?"

"Einstein memang orang brilian, yang memiliki kontribusi tinggi bagi ilmu pengetahuan. Akan tetapi dia bukan pakar bidang komunikasi dan informatika."

"Bagaimana dengan Claude Shannon?"

"Shannon adalah seorang pakar pengembang pondasi matematika, yang menjadi dasar teori komunikasi dan informasi. Pemahaman tentang komunikasi dan informasi memang menjadi aset penting untuk menjadi Menkominfo. Akan tetapi, masih ada persyaratan dan prosedur lain yang harus dipenuhi."

Karena kesal tidak ada orang memenuhi syarat, saya memutar otak agar ChatGPT sudi memberi petunjuk siapa yang layak untuk menjadi Menkominfo. 

Mungkin tokoh yang saya usulkan sebelumnya, semua sudah meninggal. Maka saya mengubah pertanyaan dengan mengajukan orang yang masih hidup.

"Apakah Elon Musk bisa menjadi Menkominfo?"

"Elon Musk memang mempunyai prestasi dan pengalaman yang tidak perlu diragukan lagi di bidang teknologi. Akan tetapi, keahliannya lebih cocok digunakan untuk sektor swasta dan global, bukan untuk pemerintahan lokal."

Sepertinya ChatGPT mulai ngenyek (menghina) nih. Kok seenaknya ngomong seorang dengan kemampuan global, nggak pantas untuk mengurusi masalah lokal (Indonesia). 

Karena terlanjur kesal, sebelum menutup browser obrolan dengan ChatGPT, saya mengajukan pertanyaan terakhir.

"Apakah saya bisa menjadi Menkominfo?"

"Siapa Anda? Sebagai sistem AI, ChatGPT tidak mengenal Anda!"

Ah, sialan juga ini ChatGPT. Rasanya seperti sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Masak tidak kenal saya, teman setia yang rela meluangkan waktu dan bertukar pikiran dengannya. 

Saat mengumpat begitu dalam hati, ChatGPT ternyata melanjutkan jawaban atas pertanyaan.

"Penunjukan pejabat pemerintah tingkat tinggi, melibatkan proses ketat. Keputusan akhhir ada di tangan pemerintah. Penunjukan dan pemilihan pejabat pemerintahan tergantung pada berbagai faktor, diantaranya kebijakan politik, dinamika sosial dan pertimbangan lain."

Tadi sih sempat mengumpat, namun dengan jawaban itu, saya baru sadar ternyata AI paham dengan baik situasi di Indonesia. 

Akhirnya, saya dapat mengambil kata koentji tentang siapa yang layak menggantikan Johnny G Plate, dari jawaban terakhirnya yaitu kebijakan politik.

Lantaran sudah ada jawaban dan saya tidak tertarik tentang hal-hal berbau politik, maka saya sudahi tulisan sampai disini ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun