Abe Shinzo menyatakan untuk mengakhiri karirnya sebagai Perdana Menteri (PM) Jepang pada saat konferensi pers dari kantornya yang berlokasi di Nagata-cho pada hari Jumat tanggal 28 Agustus 2020 yang lalu.
Kita semua tahu bahwa dalam segala sisi kehidupan, semua pasti ada akhirnya. Pun bagi Abe, hari-hari yang dilalui sebagai PM dan pemegang rekor paling lama menduduki jabatan tersebut yaitu 2803 hari, akan segera berakhir.
Sebagai pendatang di Jepang saat Abe menjabat PM, saya memang sering melihat wajahnya di televisi, koran dan sekali melihat langsung ketika dia berpidato memberikan dukungan kepada Koike Yuriko saat berkampanye untuk calon Gubernur Tokyo di Ikebukuro beberapa tahun yang lalu.
Meskipun tidak tertarik akan hal yang berbau politik (catatan, masalah politik di negara manapun sama saja), namun saya merasa perlu untuk mengucapkan terima kasih kepada Abe. Karena dengan kepemimpinannya, saat pandemi ini pemerintah Jepang mampu mensubsidi setiap orang, termasuk orang  asing yang mempunyai izin tinggal di Jepang sebesar 100 ribu yen (atau sekitar 14 juta rupiah).
Selain subsidi uang, ada juga pemberian masker gratis 2 buah kepada setiap keluarga.Â
Pemberian masker sempat mengundang polemik, diantaranya ada yang mengkritik hal ini adalah pemborosan pajak. Kabarnya dana untuk penyediaan masker memakan biaya sebesar 26 miliar yen!Â
Alasan utama yang menimbulkan polemik adalah, tidak ada transparansi dalam kriteria penunjukan perusahaan penyuplai masker. Sebagai catatan, orang menyebut masker dengan nama sindiran "abe-no-mask", alias masker Abe.
Pria kelahiran Tokyo 65 tahun yang lalu ini memiliki karir yang bagus dalam bidang politik, karena politik memang bukanlah suatu hal yang asing bagi dia dan terutama bagi keluarganya.
Ayahnya, Abe Shintaro pernah menjabat sebagai menteri luar negeri. Bahkan dari keluarga besarnya, ada 2 orang yang pernah menjabat sebagai PM Jepang.Â