Jepang, kira-kira apa yang Anda mau lakukan di sini?Â
Jika Anda berencana mengunjungiTentu sebagian besar mungkin ingin menikmati budaya Jepang, yang memang memikat banyak wisatawan dari mancanegara. Mungkin bagi pecinta kuliner, ada juga yang ingin mencoba makanan khas Jepang langsung di tempat asalnya, seperti makan sushi atau sashimi. Bahkan tidak dapat dimungkiri bahwa ada juga yang ingin berbelanja produk Jepang, misalnya sepatu Onizuka, atau baju Uniqlo, bahkan peralatan elektronik.
Tetapi semua itu tentunya membutuhkan budget, yang terkadang tidak sedikit. Nah, bagi Anda yang belum tahu mau melakukan aktivitas apa selama di Jepang, sekaligus juga tidak ingin menghabiskan banyak biaya (alias belanja), saya ada usul bagaimana kalau Anda melihat-lihat suasana di tempat yang dinamakan yokocho.
Saya juga bukan orang yang senang berbelanja. Jadi, kalau pas liburan dan kebetulan pelesiran ke beberapa tempat di seantero Jepang, saya
lebih sering jalan-jalan sekadar untuk melihat suasana di kota yang sedang saya kunjungi.Â
Saya gemar melihat suasana kota, arsitektur termasuk madori dari gedung, yang sudah pernah saya ulas di sini. Terutama, saya sering mengunjungi tempat-tempat yang dinamakan yokocho.
Yokocho adalah nama untuk gang yang letaknya di sebelah jalan utama, atau masuknya dari arah jalan utama.Â
Sebenarnya ada dua nama untuk gang seperti ini, yaitu roji-ura (atau ura-roji), di mana bangunan yang ada di sisi kiri dan kanan jalan adalah rumah tempat tinggal. Kemudian yokocho, yaitu sebutan untuk gang di mana bangunan yang ada di sisi kiri dan kanan jalan adalah toko atau restoran.
Ada banyak yokocho yang bisa Anda temui di Jepang. Namun dalam tulisan ini saya akan membahas khusus yokocho yang ada di Tokyo.
Kalau sedikit kilas balik sedikit sejarah yokocho, kita harus kembali pada masa kekalahan Jepang waktu Perang Dunia kedua. Saat itu, keadaan Jepang porak poranda, tidak terkecuali Tokyo. Kehidupan masyarakat juga susah, sebab kebutuhan pokok pangan tidak dapat terpenuhi dengan layak, karena stok yang terbatas. Termasuk juga untuk barang-barang kebutuhan yang lain selain pangan.
Untuk itu pemerintah Jepang mengontrol peredaran bahan pangan dan barang-barang lain, sehingga rakyat hanya bisa mengkonsumsi barang dengan jatah dari negara (dalam Bahasa Jepang disebut touseihin). Tentunya, masyarakat merasa kurang karena memang jatah yang diberikan sangat sedikit. Misalnya, jatah beras yang diberikan untuk satu keluarga, bagi orang dewasa hanya cukup untuk satu kali makan saja dalam sehari.
Akibatnya, saat itu banyak muncul pasar gelap yang dinamakan yami-ichi. Di sini, selain masyarakat dapat membeli bahan kebutuhan pokok pangan (yang diperoleh dari jalur khusus yang tidak terpantau pemerintah), banyak juga dijual barang kebutuhan lain, terutama bahan bekas pakai oleh tentara pendudukan Amerika.