politik untuk pilpres dan pilkada.
Pelaksanaan pilpres dan pilkada tinggal menghitung hari. Media, mulai dari televisi, koran cetak maupun portal berita di internet, termasuk juga blog kesayangan kita semua Kompasiana, mulai marak dengan topik atau tulisan yang membahas tentang calon maupun paslon dari masing-masing partaiSaya tidak begitu tertarik untuk menuliskan tentang calon (paslon) alias orangnya, karena seperti yang saya tulis dialenia awal, sudah banyak orang yang membicarakan tentang itu, baik dari calon (paslon)nya sendiri, maupun dari para simpatisan.
Ketertarikan saya adalah pada alat peraga kampanye, atau salah satu bentuk kampanye yang digunakan untuk secara tidak langsung memperkenalkan calon (paslon), yaitu baliho. Karena, baliho ini lah sebenarnya yang "berjuang" setiap hari tanpa lelah, baik siang maupun malam (istilah kerennya 24/7). Di hari panas terik matahari yang menyengat, bahkan saat hujan deras mengguyur maupun angin kencang, "dia" tetap tidak peduli dan bergeming.Â
Jadi saya anggap, "dia" adalah "hero" yang sesungguhnya dari pemilu ini. Karena itu, kasihan kan kalau tidak kita perhatikan. Karena saya anggap hero, maka izinkan saya menamainya sebagai "Baliho Man". Sama seperti penamaan hero lain yang pakai akhiran "man", misalnya superman dan batman.
Pembaca tentu sudah kenal baik dengan baliho. Karena baliho sudah menjadi pemandangan yang tidak asing lagi, bukan hanya saat ini, namun sejak dahulu. Yaitu kalau sudah masuk masa pilpres, atau pilkada (pemilu), maka di gang-gang lingkungan RT/RW, di setiap sudut jalan, bahkan di sepanjang jalan yang ramai dilalui kendaraan, kita bisa melihat banyak baliho yang dipasang. Â
Sama seperti keadaan menjelang pilpres dan pilkada 2019 saat ini. Ketika mudik diawal tahun 2019 yang lalu, saya sempat juga melihat banyak sekali baliho yang dipasang di jalan. Bahkan ada baliho yang dipasang bertumpuk-tumpuk, seperti yang saya lihat di sekitar daerah Pasar Minggu sampai ke daerah Kalibata.
Saya tidak tahu pasti apakah mereka dengan sengaja memasang baliho secara bertumpuk. Padahal, baliho yang dipasang secara sembarangan (bertumpuk) itu, susah sekali untuk dikenali. Lagipula, baliho bertumpuk itu selain membuat suasana menjadi sumpek, gelap dan kumuh sehingga bisa menjadi sarang nyamuk, dari segi estetika juga "merusak" pemandangan.Â
Apalagi saya membaca, ada juga yang memasang baliho di sekitar tempat pariwisata. Saya tidak tahu apakah orang yang memasang baliho (maupun orang yang fotonya ada di baliho) sudah mengecek (alias paham) aturan pemasangan alat peraga kampanye yang sudah dirilis oleh KPU. Atau dia tidak acuh? Walaupun, tidak bisa ditampik kemungkinan bahwa peraturan ini memang kurang disosialisasikan kepada masyarakat.
Selain pemilihan lokasi yang tidak boleh sembarangan, pemasangan baliho harus memikirkan juga sisi keamanannya. Saya melihat ada beberapa baliho yang miring dan talinya menjulai sampai dijalan. Hal ini bisa membahayakan penjalan kaki, atau kendaraan terutama sepeda motor, yang lewat di depannya. Jangan sampai baliho itu kemudian mencelakai orang, atau lebih buruknya ketika baliho itu merenggut nyawa orang.
Kemudian tentang baliho itu sendiri. Baliho dibuat dengan berbagai ukuran serta bentuk, juga dengan menggunakan bermacam-macam warna yang mencolok. Tetapi kalau boleh berkata jujur, saya terkadang tersenyum ketika memandang baliho-baliho tersebut. Bahkan saat ini juga, terasa agak geli ketika saya melihat beberapa baliho "unik" lewat internet.
Kenapa saya bisa merasa geli sewaktu memandang baliho, atau ketika mengingatnya saat ini? Karena, tampang-tampang (atau foto) yang terpasang di sana memang terlihat lucu (tentunya ini bagi saya pribadi).