Cuaca langit di Tangerang cerah ketika pesawat Boeing 787 All Nippon Airways (ANA) yang saya tumpangi mendarat dengan mulus di Bandara Soekarno Hatta. Penerbangan yang merupakan code sharing dengan Garuda Indonesia ini memakan waktu kurang lebih 8 jam, semenjak lepas landas dari Bandara Internasional Haneda di Tokyo.
Sambil berjalan setelah keluar dari pesawat, saya melepas jaket Uniqlo (brand pasaran yang murmer kalau di Jepang), karena suhu udara saat itu sekitar 30 derajat Celcius. Saya merasa sedikit lega setelah menginjakkan kaki di tanah kelahiran, karena bisa "melarikan diri" sejenak dari suhu dingin di Tokyo, dan terutama dari kesibukan sehari-hari di sana.
Selain untuk refreshing dan urusan keluarga, kepulangan saya kali ini sebenarnya juga ingin mengecek secara langsung bagaimana suasana di Indonesia selama 3 tahun ini, karena saya "pulang kampung" terakhir kali pada tahun 2016 yang lalu.
Sudah hampir seminggu saya di sini, dan ternyata keadaan tidak banyak yang berubah dibandingkan dengan 3 tahun yang lalu.
Maksud saya begini, kalau melihat harga-harga, menurut hemat saya juga masih masuk akal. Misalnya dengan uang sepuluh ribu, saya bisa membeli bubur ayam untuk sarapan. Bubur yang hangat dengan bumbu lengkap, dengan tambahan irisan cakwe serta sedikit daging ayam goreng, kacang kedelai goreng, krupuk, dan tidak ketinggalan sambal.
Begitu juga dengan harga-harga lainnya, misalnya barang-barang kebutuhan rumah tangga, atau ongkos transportasi.
Tempat-tempat hiburan dan belanja bahkan bertambah banyak, seperti yang saya lihat di perjalanan dari bandara menuju rumah. Bahkan di tempat tinggal saya di daerah Depok pun, sudah ada satu tempat belanja yang baru saja dibuka untuk umum.
Kalau saya mengunjungi pusat perbelanjaan, orang-orang padat berlalu lalang. Selain tentunya ada yang sekadar melihat-lihat (window shopping), ada juga kerumunan orang di tempat-tempat untuk makan, maupun orang yang mengantre untuk membayar, misalnya di konter pakaian.
Ada pusat perbelanjaan yang bernama Margo City di Depok. Saya ingat zaman masih SMA, tempat di mana Margo City sekarang berada dulunya dipenuhi pepohonan, dan kalau tidak salah ada danau buatan di sana. Daerah Depok sendiri saat itu amat sepi, sehingga orang-orang menyebutnya sebagai daerah "jin buang anak".
Sekarang, keramaian di Margo City (dan sekitarnya) bak Pasar Malam!
Jalan tol dalam kota pun banyak dibangun, terutama yang menghubungkan Jakarta ke kota penopang di sekitarnya. Pengalaman saya kali ini, dengan melalui tol Antasari yang baru saja diresmikan sekitar September tahun lalu, maka perjalanan dari bandara ke rumah memakan waktu yang lebih singkat dari biasanya.