Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Antara Queen, Jepang, dan Kebangkitan Vinyl

11 Desember 2018   09:25 Diperbarui: 12 Desember 2018   05:28 1640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Konser Queen di Budoukan tahun 1975 (musicvoice.jp)

Lagu memang mempunyai kekuatan untuk menembus ruang dan waktu, yang bisa membawa orang bernostalgia dengan membangkitkan kenangan masa lalu.

Hal itulah yang terjadi sekitar sebulan yang lalu, ketika film tentang Queen yang berjudul "Bohemian Rhapsody", ditayangkan di bioskop seluruh dunia.

Beberapa orang (termasuk saya) kemudian bernostalgia dengan Queen, melalui lantunan syair lagu yang tersaji dalam film. Lagu-lagu itu seperti menghubungkan dan menghadirkan kembali momen indah yang saya rasakan dulu, bak memutar rekaman dalam memori.

Tentang Queen

Queen lahir setelah era emas "British Rock" yang fondasinya dibangun oleh dua grup band asal Inggris pada tahun 1960-an yaitu Beatles dan Rolling Stones. Queen dengan anggota inti yang berasal dari band yang bernama Smile yaitu Brian May, Roger Taylor, kemudian ditambah personil yang masuk belakangan yaitu John Deacon dan vokalisnya Freddie Mercury, memang tidak begitu saja sukses dan terkenal diawal karir mereka dalam dunia musik.

Salah satu sebabnya adalah, Queen bukanlah satu-satunya band di Inggris yang muncul pada era 1970-an. Pada masa itu, di Inggris terjadi gerakan perlawananan dalam masyarakat yang kemudian melahirkan band dengan aliran "Punk Rock" (atau London Punk) seperti Sex Pistols maupun The Clash.

Queen semakin sulit bersaing karena band beraliran "Punk Rock" ini mendapat tempat di hati masyarakat terutama golongan orang muda, karena mereka terobsesi dengan gaya hidup, maupun juga pengaruh dari fashionnya.

Namun berkat perjuangan keras mereka, akhirnya nama Queen melejit dan dikenal sejak dirilisnya album ke-4 yang berjudul "A Night at the Opera". Album ini berhasil menduduki tangga lagu nomor satu di Inggris, dan di album yang sama terdapat lagu mereka yang melegenda yaitu "Bohemian Rhapsody", yang juga berhasil menduduki tangga lagu nomer satu sebagai lagu single di Inggris.

Percayakah pembaca bahwa Jepang adalah salah satu faktor yang berhasil mendongkrak kesuksesan Queen?

Poster Konser Queen di Budoukan tahun 1975 (musicvoice.jp)
Poster Konser Queen di Budoukan tahun 1975 (musicvoice.jp)
Queen dan Jepang

Queen pertama kali datang ke Jepang pada bulan April tahun 1975, dan langsung melakukan konser di Budoukan. 

Padahal, seperti kita semua tahu, Budoukan yang mampu menampung 10 ribu penonton adalah tempat konser untuk band/penyanyi Jepang maupun mancanegara yang terkenal saja.

Contohnya The Beatles yang melakukan konser di Budoukan pada tahun 1966, kemudian Chicago, Led Zeppelin pada tahun 1971 dan Deep Purple pada tahun 1972, adalah band-band yang tersohor di zamannya (dan sampai sekarang).

Pada tahun 1975, dengan level ketenarannya saat itu Queen seharusnya hanya bisa melakukan konser di Gedung Hibiya Koukaidou, yang berkapasitas 3000 penonton.

Namun, berkat kegigihan promotor Watanabe Production yang mendatangkan Queen, juga karena majalah musik "Music Life" yang rajin mengangkat tulisan tentang Queen sejak mereka merilis album pertamanya, maka jumlah penonton membeludak dan mengisi bangku yang disediakan di Budoukan.

Bahkan dikatakan banyak penggemar wanitanya yang jumlahnya sekitar 3000 orang, "menyerbu" ke Bandara Haneda (waktu itu Bandara Narita belum dibangun) untuk menyambut kedatangan Queen di Jepang.  

Penonton yang membanjiri Budoukan bahkan menganjur sampai ke depan panggung. Sehingga, waktu itu beberapa fotografer terdorong ke depan, dan kamera yang mereka pegang sempat terjatuh.

Queen menikmati upacara minum teh (nodate) di kaki Tokyo Tower (dangerousminds.net)
Queen menikmati upacara minum teh (nodate) di kaki Tokyo Tower (dangerousminds.net)
Ada sosok yang mempunyai peran penting atas kesuksesan Queen yaitu Tougo Kaoruko, reporter Jepang untuk majalah "Music Life" yang pertama kali dan rajin menulis tentang Queen. Dia "jatuh cinta" pada Queen sejak mendengarkan lagu-lagu album pertama mereka. Kaoruko mempunyai firasat yang tajam, atau mungkin dia seorang clairvoyant, yang bisa "melihat" bahwa Queen bisa sukses di belantika musik dunia.

Saking ingin bertemu dan mewawancarai Queen, Kaoruko bahkan rela untuk terbang ke Amerika dan akhirnya bisa bertemu pertama-kali dengan Queen pada tahun 1974. Padahal Queen saat itu hanyalah band pembuka konser Mott The Hoople, sehingga aksi panggung yang digelar hanya sebentar saja.

Berita kesuksesan Queen menggelar konser perdananya di Jepang ternyata sampai juga di tanah kelahiran mereka di Britania Raya. Enam bulan setelah penampilannya di Budoukan, mereka merilis single "Bohemian Rhapsody", dan berhasil menduduki puncak tangga lagu di Inggris dan beberapa negara di Eropa.

Album "A Night at The Opera" yang berisi lagu yang sama, dirilis satu bulan setelahnya. Album ini juga menjadi album pertama Queen yang berhasil meraih kesuksesan dengan menduduki puncak tangga lagu di Inggris.

Setelah sukses dan berhasil menjadi grup band yang terkenal pun, Queen tidak bosan untuk mengunjungi Jepang. Kunjungan ini mungkin bisa dikatakan sebagai tanda terimakasih mereka kepada Jepang, yang telah mengangkat dan mendorong suksesnya karir mereka di belantika musik dunia.

Queen telah mendatangi puluhan kota dan menggelar puluhan konser di seantero Jepang dalam kurun waktu antara tahun 1975 sampai tahun 1985. Mereka juga sering terlihat berjalan-jalan untuk makan di restoran Jepang dalam setiap kunjungannya. 

Ada beberapa foto yang memperlihatkan mereka menikmati upacara minum teh. Mereka juga terlihat bermain permainan tradisional Jepang seperti kendama, maupun menikmati minuman khas Jepang yaitu nihonshuu.

Mungkin pembaca juga tahu bahwa untuk menunjukkan kecintaan (dan rasa terimakasih) kepada Jepang, Queen menyisipkan Bahasa Jepang di lagunya yang berjudul "Teo Torriatte (Let Us Cling Together)". Lagu ini juga dipersembahkan Queen untuk Charity Album "Song For Japan", yang hasil penjualannya disumbangkan untuk korban Bencana Besar Jepang Timur yang terjadi pada tahun 2011. 

(Catatan : pada kalimat "Torriatte" seharusnya ditulis "Toriatte" dengan satu "r". Saya tidak tahu alasannya kenapa "r" ditulis dobel di judul resminya).

Vinyl Queen (sudah ada 3 album) yang dijual di toko buku dekat rumah (Dokumentasi Pribadi)
Vinyl Queen (sudah ada 3 album) yang dijual di toko buku dekat rumah (Dokumentasi Pribadi)
Queen dan Vinyl

Sejalan dengan derasnya arus teknologi digital, banyak orang yang sudah mulai meninggalkan cara-cara tradisional mendengarkan musik, yaitu membeli CD dan memutarnya dengan menggunakan perangkat audio di rumah. Sekarang orang lebih suka mendengarkan musik online, misalnya melalui Mora, Google Play Music maupun iTunes.

Minggu lalu saya mendapati hal yang unik ketika mampir ke toko buku dekat rumah. 

Penerbit asal Italia DeAgostini, merilis vinyl (Piringan Hitam) album Queen beserta booklet yang berisi keterangan tentang album dan dihiasi oleh foto dari keempat anggota Queen. Rencananya, ada 25 album Queen (termasuk live show) akan dirilis.

Pertama kali saya melihat itu, saya cuma bisa menggumam, "Hari gini masih memproduksi dan menjual vinyl. Apa laku ya?"

Tapi, saya kemudian mempunyai pikiran, mungkin lagu-lagu Queen tidak hanya membangkitkan nostalgia. Queen, melalui film "Bohemian Rhapsody" nya, ternyata bisa juga membangkitkan kerinduan masyarakat akan "media perekam" yang sudah lama "(meng)hilang" dari pasaran.

Vinyl pertama yang dirilis di Jepang dari DeAgostini adalah album "A Night at The Opera", yang merupakan album yang menduduki posisi penting bagi masyarakat Jepang, terutama karena album ini dirilis setelah konser pertama mereka di Budoukan Tokyo.

Apalagi di album ini ada lagu "Bohemian Rhapsody", yang juga menjadi judul film tentang Queen.

Tentunya, untuk memuaskan penggemar yang ingin bernostalgia dengan Queen, penerbit serius untuk menggarap pembuatan vinyl. Antara lain, agar kualitas terjaga, vinyl dibuat dengan berat 180 gram (umumnya, berat vinyl di pasaran hanya berkisar antara 120 sampai 150 gram).  

Kemudian proses perekaman dilakukan dengan cara setengah putaran kecepatan normal (half-speed mastered), di tempat yang juga tidak main-main, yaitu di studio yang ternama Abbey Road Studios di London.

Vinyl tampaknya kembali diminati masyarakat, dan tak ketinggalan tentunya oleh masyarakat Jepang. 

Belakangan bahkan ada produsen yang menjual alat pemutar vinyl (baru) yang diiklankan di koran. Bahkan perusahaan sekelas Sony, membangun kembali pabrik yang memproduksi vinyl. Saya pun sering menjumpai toko yang masih menjual vinyl, terutama yang bekas pakai di beberapa tempat.

Penutup

Lagu, memang bisa membangkitkan memori kenangan masa lalu.  

Namun, lebih hebat lagi kalau lagu juga kemudian bisa mendongkrak pasar produk media perekam musik yang sekarang kurang diminati, misalnya CD ataupun vinyl. 

Sehingga, diharapkan pula dengan meningkatnya minat masyarakat untuk menikmati musik melalui media CD (atau vinyl bahkan kaset), media perekam ini kemudian tidak begitu saja punah dari peradaban manusia. Karena ada beberapa orang yang masih menggemarinya, termasuk saya.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun