Menikmati bunga Sakura (Bahasa Jepangnya disebut ohanami) sudah mempunyai sejarah yang panjang yaitu bermula pada zaman Heian (794-1185). Namun, menikmati momiji (daun yang berubah menjadi warna merah, kuning dan lainnya) sejarahnya tidak begitu panjang dibanding ohanami.Â
Menikmati momiji dalam Bahasa Jepangnya disebut momijigari, dan ini baru ada sejak zaman Muromachi (1336-1392). Momijigari menjadi sangat populer di zaman Edo (1603-1868) pertengahan.
Walaupun kebanyakan momiji hanya bisa dinikmati di alam terbuka seperti di pegunungan ataupun di lembah, namun Tokyo juga mempunyai beberapa lokasi yang menarik untuk momijigari.Â
Kali ini saya akan bercerita tentang salah satunya, yaitu momiji di Kuil Kuhonbutsu Joushin-ji, yang juga merupakan lokasi momiji favorit yang sering saya kunjungi.
Nama lengkap kuil ini adalah Kuhonzan Yuzainenbutsu-in Joushin-ji, yang merupakan kuil Buddha dari aliran Joudoushinshuu. Namun, nama kuil lebih dikenal dengan nama pendeknya yaitu Kuhonbutsu Joushin-ji, seperti yang tertulis pada pintu masuknya. Kuil dibangun oleh Kaseki Shonin pada tahun 1678.
Asal-usul nama Kuhonbutsu karena ada 9 ("Ku" pada kata "Kuhonbutsu" ditulis dengan huruf kanji yang berarti sembilan) patung Buddha Amida-nyourai yang diletakkan di 3 bangunan terpisah bernama Amida-dou yang lokasinya berjajar di dalam area kuil.Â
Luas area kuil adalah 120.000 meter persegi. Sebenarnya lokasi ini dahulunya bukan kuil, tapi merupakan Kastel Okusawa (Okusawa-jou). Ketika kastel tidak dipakai lagi, maka lokasi bekas berdirinya kastel dihibahkan untuk lokasi pembangunan kuil.
Sembilan patung yang berada di dalam bangunan di area kuil, termasuk satu lonceng, sudah ditetapkan sebagai warisan peninggalan budaya oleh pemerintah Kota Metropolitan Tokyo.Â
Sedangkan pohon Ichou (Ginkgo biloba) besar yang lokasinya berada di tengah-tengah area kuil ditetapkan sebagai warisan kekayaan alam. Sehingga total jumlah warisan peninggalan budaya (ditambah warisan kekayaan alamnya) di kuil ini ada sebelas.