Jepang memang memiliki magnet daya tarik tersendiri, selain dengan banyaknya kemajuan teknologi yang telah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Jepang juga masih menjaga dengan baik identitas budaya mereka yang sudah diturunkan selama lebih dari ratusan tahun yang lalu. Sebagai negara dengan 4 musim, maka ragam acara kebudayaan di setiap daerah dan di setiap musim pun sangat unik dan menarik, yang membuatnya sayang untuk dilewatkan begitu saja.
Tanggal 21 Maret yang lalu adalah hari libur nasional yang disebut shunbun (vernal equinox), di mana waktu siang dan malam hari adalah sama panjangnya (waktu cahaya matahari bersinar sama panjangnya dengan waktu setelah matahari tenggelam). Shunbun ini juga sekaligus menjadi tanda bahwa musim dingin yang panjang telah berakhir dan musim semi segera tiba.
Selain shunbun, musim semi juga ditandai dengan mekarnya bunga sakura. Sakura biasanya akan mulai mekar di akhir bulan Maret setiap tahun. Di Jepang, mekarnya bunga sakura berawal dari daerah Jepang selatan (Pulau Kyushu) lalu bergerak ke arah utara ke daerah Chubu, Kansai, Kanto, Tohoku kemudian akan berakhir di Pulau Hokkaido di utara.
Bunga sakura sendiri setelah puncak atau maksimal mekarnya, hanya bisa bertahan selama 2 atau 3 hari. Bila kita mengunjungi spot sakura dan timing kita tidak pas di saat puncak mekarnya sakura tersebut, kemungkinan besar sebagian bunga sudah rontok ataupun sebagian batang pohonnya sudah tumbuh daun-daun yang berwarna hijau muda (situasi ini biasa disebut hazakura).
Namun bagi orang Jepang sendiri, keindahan sakura itu tidak harus melulu dinikmati ketika bunganya sedang mekar. Mereka juga sangat menikmati suasana di kala bunga-bunga sakura sedang bergururan, terutama bila bergururannya bunga sakura karena angin bertiup (biasa disebut sakura fubuki). Suasana bunga sakura yang berguguran dan kembali ke ketanah ini juga banyak digambarkan dengan indah di dalam prosa-prosa dan puisi lama zaman dahulu.
Bunga sakura juga menjadi perlambang sesuatu yang mistis dan sakral. Mereka beranggapan bahwa di mana ada bunga sakura yang bermekaran, maka disitu akan hadir ruang sakral di dunia kita yang fana ini.
Ada satu cerita tentang spot sakura yang sangat terkenal di Jepang yaitu di Yoshinoyama (salah satu dari world heritage di Jepang), yaitu merupakan pegunungan yang dipenuhi dengan bunga sakura. Awalnya, sebelum pohon sakura banyak ditanam di situ, di tempat ini ada kuil yang patung dewanya diukir dengan menggunakan pohon sakura.
Semenjak itu sakura disakralkan sebagai wujud dari dewa tersebut, sehingga masyarakat berbondong-bondong untuk menanam sakura di sekitarnya. Seiring dengan berjalannya waktu, makin banyak orang yang menanam sakura di pegunungan tersebut untuk mendapat kekuatan dan berkah dari dewa tersebut. Sehingga saat ini, banyak orang yang berkunjung ke situ di musim sakura sekedar untuk menyaksikan pohon sakura yang memenuhi area gunung tersebut.
Namun hal yang paling penting dari sakura jenis someiyoshino adalah, sakura jenis ini gampang untuk dibiakkan dan dipelihara. Sehingga saat ini, sakura jenis someiyoshino bisa ditemui di seluruh penjuru Jepang.
Seperti pohon kelapa yang banyak ditemukan di daerah tropis dan kita tahu banyak manfaatnya karena hampir seluruh bagian dari pohon kelapa bisa dimanfaatkan, pohon sakura juga punya kegunaan yang tidak kalah dengan pohon kelapa. Bunganya, banyak dibuat untuk bahan minuman dan makanan misalnya teh sakura, sakuramochi, maupun bunga yang diawet kan dengan menggunakan garam yang biasa ditaruh diatas nasi putih hangat untuk dimakan maupun sebagai teman untuk meminum sake.