Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Internet, Antara Madu atau Racun?

18 Maret 2018   15:29 Diperbarui: 18 Maret 2018   15:45 1379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(tech.nikkeibp.co.jp)

" ...Madu di tangan kananmu
   Racun di tangan kirimu
   Aku tak tahu
   Mana yang akan kau berikan padaku..."

Itu adalah sepenggal lirik dari lagu yang berjudul "Madu dan Racun" yang dipopulerkan oleh Arie Wibowo (Bill & Brod) di tahun 80-an. Penggalan lirik itu saya kita pas banget untuk menggambarkan apa yang terjadi dengan Internet saat ini. Internet bisa berperan sebagai madu, juga sekaligus bisa menjadi racun kalau kita salah pilih atau salah menggunakannya.

Di Internet, hampir semua hal bisa kita temui dengan mudah. Informasi dengan berbagai macam konten juga kita bisa temukan. Mulai dari konten yang berhubungan dengan iptek, sejarah, kebudayaan, sosial, agama, sampai konten yang berhubungan pornografi pun ada. Kita bisa menemukan konten berisi how-to---yaitu cara2 membuat sesuatu---misalnya  how-to  adonan, mulai dari cara membuat adonan yang enak seperti kue atau masakan lezat dengan informasi bahan2 dan sekaligus tayangan video pembuatannya, sampai cara membuat adonan yang "mengerikan" seperti cara membuat bom rakitan, juga lengkap dengan bahan2 dan sekaligus video cara pembuatannya. Cara membuat adonan kue merupakan "madu" internet, tapi adonan bom ?? Bukankah ini "racun" jika dimanfaatkan oleh orang2 yang berpikiran "sempit" yang ingin mengumbar ego jahatnya ?

Jika kita menyimak berita terkini di tanah air, yang belum lama tentang ada anak yang menyaksikan konten pornografi, maupun yang terjadi beberapa waktu lalu yaitu tertangkapnya gerombolan pembuat berita bohong (hoax), bisa menjadi bukti nyata yang lain bahwa Internet memang bisa menjadi racun bagi orang yang tidak dibekali dulu dengan "pengetahuan" yang cukup, atau jika dimanfaatkan tanpa pendampingan orang2 yang lebih mengerti dan bijak misalnya para orang tua dan orang dewasa yang berwawasan luas. Sebenarnya hal ini bukan hanya masalah di Indonesia saja. Di luar negeri pun ada, misalnya dengan terungkapnya jaringan yang dicurigai menyebarkan berita palsu di Rusia yang mempengaruhi hasil pilpres di Amerika dengan terpilihnya Trump sebagai presiden.

Entah apa kata Vint Cerf dan Bob Kahn yang menemukan TCP/IP yang menjadi dasar dari protokol komunikasi data di Internet jika mengetahui bahwa saat ini Internet telah dipenuhi juga dengan hal2 yang negatif yang berperan sebagai "racun" di Internet. Kita juga tidak tahu bagaimana perasaan Sir Tim Berners-Lee---orang yang pertama kali membuat World Wide Web (biasa dipersingkat menjadi Web, dengan situs yang pertama kali dia buat bisa dicheck di link ini) yang menjadikan Internet sebagai sumber informasi yang menarik karena tidak melulu berisi teks, namun kita bisa juga melihat gambar maupun video, suara, bahkan saat ini dengan konten interaktif yang lain---ketika mengetahui Web telah dipakai juga untuk membuat dan menyebarkan "racun".

Mungkin generasi zaman now tidak tahu betapa sulitnya zaman dahulu untuk sekedar "menyambungkan" satu komputer dengan komputer lain---misalnya dengan UUCP---dan tidak seperti sekarang yang cuma butuh menancapkan kabel ethernet lalu sedikit tambahan berapa klik di layar komputer. Atau mungkin juga susah bagi generasi zaman now untuk membayangkan bagaimana repotnya melakukan pertukaran data yang saat itu hanya bisa dilakukan melalui FTP. Bahkan untuk mencari suatu topik informasi, mesin pencarian yang handal belum ada sehingga harus susah payah menggunakan Archie atau Gopher. Belum lagi ada keterbatasan koneksi internet yang super-duper lemot.

Zaman dulu, bagi penikmat film horor, tidak perlu pergi ke bioskop untuk nonton film horor. Cukup duduk manis atau leha-leha di rumah saja tengah malam. Soalnya,jika ada anggota rumah yang gemar main Internet tengah malam (karena tengah malam biasanya koneksi lebih "cepat"---line telepon lebih sepi dan stabil---dibanding koneksi waktu siang/sore), suara berisiknya modem sudah bisa jadi "horor" tersendiri yang bisa membangunkan seisi rumah. Bahkan saat ini, kata "modem"---walaupun beberapa tahun kebelakang masih ada USB modem untuk koneksi seluler ke Internet dan tidak berisik---sendiri juga sudah "punah" karena tergerus oleh kata "tethering" maupun "wifi"  juga "free hotspot".

Orang juga tidak perlu susah2 belajar socket programming  dengan memakai distro Unix BSD yang tidak populer untuk melaksanakan keinginannya misalnya untuk komunikasi antar server, karena di Internet program2 siap pakai sudah tersedia untuk kebutuhan tersebut dan bahkan kita tidak perlu merogoh kocek untuk menggunakannya alias gratis. Lebih ngeri lagi, untuk menjadi hacker/cracker  (hacker/cracker jadi2-an atau karbitan) pun kita tidak usah belajar susah2 karena banyak yang menyediakan tutorial gratis plus dengan menyediakan berbagai macam tools  (program) yang bisa langsung digunakan hanya dengan beberapa klik jari saja.

Pengguna Internet di Indonesia

Menurut imajinasi "liar" saya, sebenarnya gampang menggambarkan tipe orang Indonesia. Kita bisa membagi orang Indonesia (menurut imajinasi liar saya tadi) menjadi 3 tipe, yaitu  : (1) tipe penggiat medsos, (2) tipe yang sedang mempelajari dan punya keinginan untuk menjadi penggiat medsos dan (3)  tipe orang yang cuex bebek akan medsos. Omong2, pembaca tipe yang mana nih ? :)

Menurut data tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Hootsuite---sebuah perusahaan platform manajemen sosmed---penetrasi pengguna Internet di Indonesia sebenarnya tidak terlalu besar, yaitu sekitar 51%, hanya lebih besar 1% dari persentase rata2 penetrasi pengguna Internet di dunia. Jumlah ini masih jauh dibawah negara ASEAN lain seperti Filipina, Thailand bahkan Vietnam. Namun untuk persentase perkembangan pengguna Internet dibandingkan tahun sebelumnya (2016), Indonesia menempati posisi teratas dibanding dengan negara lain.

Jumlah rata2 waktu yang dihabiskan orang Indonesia di depan komputer maupun gawai untuk Internet adalah sekitar 4 jam. Ini menempatkan posisi Indonesia di peringkat ke-4 setelah Filipina, Brazil dan Thailand. Persentase kenaikan pengguna sosmed Indonesia juga tinggi, yaitu sekitar 34%, yang menempatkan Indonesia di urutan ke-4 dunia. Bahkan untuk jumlah pengguna Facebook (aktif), Indonesia juga menempati urutan 4 dunia setelah Amerika, India dan Brazil.

Saya tidak mau berspekulasi tentang apa saja yang dilakukan orang Indonesia selama 4 jam di Internet. Bisa saja mereka menghabiskan waktu dengan, misalnya mencari info tentang bagaimana cara memasak Jengkol yang praktis dan hasilnya juga enak untuk dinikmati. Atau bisa jadi mereka mencari presentasi TED yang menarik untuk disimak. Lalu bisa juga mereka banyak yang mengikuti kursus2 yang ditawarkan universitas Te-O-Pe dunia melalui Mass Open Campus. 

Tapi, tidak bisa dipungkiri juga bahwa ada beberapa gelintir orang yang tahan berjam2 untuk "berselancar" di Internet sekedar untuk meng-"kepo"in aktifitas tetangga, rekan kantor, atasan bahkan mantan gebetan dan mantan2 yang lain. Bahkan ada kenyataan bahwa sebagian gemar juga men-share  berita2 "sampah", bahkan beberapa rela membuat sendiri berita2 "sampah" itu. Sepertinya orang2 ini belum tahu bahwa dengan menyampah di Internet sebenarnya mereka sudah menggunakan sia2 sumber daya Internet Bandwith  yang semakin terbatas dan langka. Belum lagi urusan sampah di sungai bahkan di laut, sampah di Internet tentu bikin puyeng dan merusak "pemandangan" juga.

Kembali ke topik Internet di Indonesia, cara akses orang ke Internetnya pun bermacam2. Sebagian orang mungkin meng-akses Internet melalui PC dengan fix atau leased line baik melalui ADSL atau melalui jaringan TV kabel yang menggunakan kabel coaxial maupun fiber-optic. Namun saat ini, saya pikir akses dari gawai adalah yang terbanyak karena praktis, yaitu tidak perlu punya PC/Notebook dan akses bisa dilakukan dimana saja, misalnya sambil ngopi di warteg, sambil brunch di kafe atau sambil mancing bahkan sambil bobo2-an siang.

Untuk koneksi gawainya, bagi yang punya penghasilan "lebih" mereka bisa pakai program data pasca bayar, atau juga bisa beli paket promosi data yang ditawarkan dengan heboh di iklan2 (terlepas dari benar atau tidaknya promosi itu). Bagi para "fakir data", bisa juga memanfaatkan wifi gratis di warung2 kopi (tentunya dengan kerelaan membeli secangkir kopinya) atau nyemil sekedarnya di warung demi mendapatkan wifi gratis. Atau bagi orang kantoran, bisa juga nebeng koneksi wifi di kantor. Bagi orang2 yang sedikit "kreatif", bisa juga install beberapa program yang mempunyai kemampuan untuk cracking password wifi atau bahkan bisa cracking tethering  dari gawai orang lain sehingga dia bisa melalukan koneksi gratis ke Internet.

Anda adalah penentu

Internet adalah seperti toko serba ada. Informasi apapun bisa anda dapatkan dengan mudah. Penentu apakah Internet itu madu atau racun sebenarnya adalah anda sendiri. Bagaimana anda menyikapi informasi yang anda dapat di Internet, kemudian bagaimana anda menyebarkan informasi itu jika anda bisa memetik manfaatnya atau jika anda pikir itu bermanfaat juga bagi orang lain. Sebaliknya, bagaimana anda punya kemampuan untuk bisa menyortir dan membuangnya (atau paling tidak bisa tahan diri untuk tidak menyebarluaskannya) jika informasi itu tidak bermanfaat atau bahkan bisa membahayakan pembaca yang tidak siap atau kurang pengetahuan/wawasannya.

Ada beberapa cara untuk memilah mana berita yang bermanfaat dan tidak (berita sampah), misalnya dengan tidak langsung mempercayai link yang ditampilkan paling atas dalam mesin pencari google. Atau anda bisa juga check siapa sumber beritanya, karena orang yang biasa menyebarkan berita bohong, tentunya rekam sepak terjangnya pun terus menerus menyebar berita bohong. Juga, anda bisa check berita yang sama, namun usahakan beritanya dibaca dari berbagai sumber sebagai bahan perbandingan.  

Dunia Internet harus diperlakukan sama dengan dunia nyata, yaitu perlu kedewasaan dari masing2 pengguna untuk menyikapi informasi yang disajikan disana. Sopan santun yang berlaku di dunia nyata tentunya juga otomatis berlaku di Internet, walaupun caranya tentu berbeda. Dan lebih penting lagi, kita harus mempersiapkan diri kita masing2 dengan pengetahuan (walaupun sedikit demi sedikit) tentang teknologi Internet, maupun perkembangan teknologi lain secara umum agar kita tidak gagap dan kemudian kalap tidak tahu bagaimana menghadapi dan menyikapinya.

Yang terakhir, ungkapan yang waras ngalah sebaiknya tidak diterapkan dalam menghadapi arus informasi yang membeludak di Internet. Yang waras (baca:bijak) plus melek teknologi sebaiknya juga memberikan panduan atau bimbingan tentang bagaimana memanfaatkan teknologi itu untuk tujuan kebaikan bersama. Orang tua, guru, dosen, para petingi di kantor juga harus mendampingi putra-putri, murid, mahasiswa, karyawannya masing2 agar bijaksana memanfaatkan Internet.

Internet adalah suatu teknologi yang luarbiasa yang bisa mengubah cara hidup manusia ke arah yang lebih baik di berbagai bidang. Tapi di sisi lain, dia juga bisa menjadi sesuatu momok yang menakutkan dan bisa merusak kehidupan kita. Internet bisa menjadi madu yang lezat dan menyehatkan, namun disisi lain dia juga bisa menjadi racun yang mematikan. Dan kuncinya adalah, tergantung pada anda sendiri, bagaimana anda menyikapi semua itu. Sudah siapkah anda menentukannya ?


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun