Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Jepang vs AI

17 Februari 2018   11:43 Diperbarui: 17 Februari 2018   11:57 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aplikasi AI di segala bidang (ferret-plus.com)

Jepang kita tahu mempunyai banyak perusahaan yang sudah dimulai (didirikan) sejak seratus (atau lebih) tahun yang lalu. Misalnya perusahaan Mitsubishi, Mitsui lalu Sumitomo. Perusahaan ini umumnya diteruskan dari pendahulunya secara turun temurun, dengan segala cara dan aturan yang masing2 dipegang teguh sejak berdirinya perusahaan. "Legacy" ini tentunya tidak akan dengan mudah diganti maupun ditinggalkan.

Hal inilah yang kemudian menjadi kendala---bahkan bagi mereka sendiri---misalnya dalam hal mempelajari dan mengadopsi teknologi baru, dalam hal ini teknologi AI.

Jepang memang terlihat kurang tertarik dengan teknologi AI bila dibandingkan dengan Amerika maupun Eropa. Kita belum bisa melihat produk komersial Jepang yang benar2 memanfaatkan teknologi ini. Pergerakan perusahaan dalam pengadopsian teknologi AI juga terkesan lambat.

Seharusnya Jepang bisa belajar dari pengalaman pahitnya sendiri, dimana keterlambatan (atau tidak sigapnya) mereka dalam mengantisipasi dan mengadopsi teknologi android pada produk telepon selulernya, mengakibatkan keterpurukan industri telepon genggam mereka. Padahal Jepang sudah bisa membuat telepon genggam yang menggabungkan teknologi internet, kamera, sensor dan entertaintment  di era tahun 2000-an, jauh sebelum ada vendor negara lain melakukannya.

Kendala adopsi AI di Jepang

Pada riset yang dilakukan oleh Accenture, hasilnya menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan Jepang dalam penemuan teknologi yang berhubungan dengan AI (Invention AIQ : AI Quotient) dan kemampuan kolaborasi dengan perusahaan lain (Collaboration AIQ)  adalah sangat rendah. Perusahaan2 ini umumnya adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur, konstruksi, energi (listrik/air/gas) , kesehatan dan obat2-an, dan telekomunikasi. Sebaliknya--- masih menurut hasil riset yang sama---digital platformer di luar Jepang seperti Google, Amazon, dll mempunyai Invention  dan Collaboration AIQ  yang tinggi.

Ketidakmampuan para petinggi perusahaan untuk mempelajari teknologi AI (secara sungguh2) juga menjadi salah satu sebab kurang sigapnya perusahaan dalam mengadopsi teknologi AI. Kebanyakan para petinggi hanya sekedar "basa basi" untuk mencoba mengaplikasikan teknologi AI.

Bahkan yang agak fatal, ada pimpinan perusahaan yang mengira bahwa dengan mengadopsi AI maka hasilnya---misalnya profit perusahaan yang naik/meningkat---akan segera kelihatan. Padahal butuh waktu yang cukup lama untuk meneliti, kemudian mencoba mengaplikasikan, akhirnya mewujudkan teknologi itu dalam produk yang nyata (bisa digunakan).

Kemudian yang terakhir, memang perusahaan agak "telat" untuk mempersiapkan SDM yang mumpuni dalam bidang teknologi AI. Perusahaan Jepang---yang kebanyakan adalah perusahaan manufaktur---lebih mengutamakan hasil nyata atau ide yang berasal dari pengalaman langsung di lapangan, dibanding dengan hasil dari pengolahan data2 yang ada. Orang2 yang ahli di lapangan pun agak susah menerima, apalagi mengaplikasikan teknologi baru.

"Kesadaran" Jepang untuk mengadopsi AI

Tapi sekarang, banyak institusi Jepang yang mulai sadar dan bangkit untuk mengejar ketinggalannya dalam teknologi AI. Bank besar seperti Mitsubishi UFJ Financial Group (FG), Sumitomo Mitsui FG, Mizuho FG mulai mengalokasikan dana yang cukup besar untuk mengadopsi teknologi AI yang digabung dengan otomatisasi, dan mengaplikasikannya misalnya untuk melakukan pekerjaan yang sifatnya rutin seperti membuat laporan bulanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun