Mohon tunggu...
Tulus Abadi
Tulus Abadi Mohon Tunggu... Lainnya - Ketua Pengurus Harian YLKI

Lahir dan besar di Purworejo, Jateng. Alumni SMA Muhammadiyah Kutoarjo, dan alumni Falultas Hukum UNSOED, Purwokerto, Jateng. Aktivis perlindungan konsumen sejak 1996, kini sebagai Ketua Pengurus Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), dan Pemerhati Kebijakan Publik. Email: tulus.ylki@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Jakarta Tanpa Bensin Premium

16 Juni 2020   11:50 Diperbarui: 16 Juni 2020   13:05 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Peniadaan BBM premium sudah pernah dilakukan pada 2018 (ironisnya kebijakan itu dianulir menjelang mudik Lebaran 2018, sampai sekarang). Peniadaan BBM premium atau jenis BBM lain yang tidak ramah lingkungan, bukan saja urgen untuk mengurangi tingginya polusi di Kota Jakarta, tetapi juga menjaga kesehatan warga Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun harus melakukan kebijakan yang sama, yakni menghilangkan BBM bensin premium dari Kota Jakarta. 

Bensin premium berkontribusi sangat signifikan terhadap polusi di Jakarta, mengingat, lebih dari 30 persen bensin premium digunakan oleh kendaraan bermotor di Jakarta. Apalagi setelah marak adanya angkutan online, baik ojol (ojek online) maupun taksol (taksi online). Kota Jakarta akan makin tenggelam dan kelam oleh polusi, dan jangan mimpi bisa mengikis polusi jika bahan bakar kualitas buruk seperti premium masih dominan bercokol di kota Jakarta. 

Pemprov DKI Jakarta tidak bisa berdalih bahwa kebijakan menghilangkan premium adalah kewenangan pemerintah pusat. Sebab dalam konteks ini pretensi Kota Jakarta adalah ingin melindungi warganya dari dampak buruk bensin premium. Analog hal tersebut adalah larangan iklan rokok di media luar ruang. 

Penghapusan BBM yang tidak ramah lingkungan (penghapusan premium), pada konteks lingkungan hidup sejalan dengan tema peringatan Hari Lingkungan Hidup Dunia 2020,  yakni "Waktunya Kembali ke Alam" (Time to nature). Dan hal ini juga sangat sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi karbon sebagaimana Perjanjian Paris (Paris Protokol), yang telah  diratifikasi oleh pemerintah Indonesia.  

Kami sangat pesimis pemerintah Indonesia akan mampu mengurangi emisi karbon antara 29-40 persen, jika kita masih dominan menggunakan BBM yang tidak ramah lingkungan, dan sektor ketenagalistrikan masih dominan menggunakan pembangkit listrik berbasis  batu bara (coal). Relevan dengan fenomena New normal dalam kehidupan paska wabah Covid-19, maka di sektor energi/BBM, pun harus berbasis New normal juga; yakni konsisten menggunakan BBM yang ramah lingkungan dan memenuhi standard Euro. 

Apalagi pada konteks gerakan konsumen, menggunakan BBM yang ramah lingkungan adalah sejalan dengan filosofi konsumsi berkelanjutan (sustainable consumtion). Konsumen turut bertanggungajwab terhadap perilaku berkonsumsinya, untuk menjaga kerusakan alam/lingkungannya, dan generasi mendatang. Namun guna menahan daya beli masyarakat desakan untuk menghilangkan bensin premium dari kota Jakarta harus diimbangi dengan insentif bagi pengguna BBM dengan kualitas yang lebih baik, misalnya BBM dengan RON 92, seperti pertamaks.

Mumpung harga minyak mentah sedang turun, maka PT Pertamina (Persero) bisa memberikan insentif pada penggunanya. Menurunkan harga BBM Insentif tidak harus menurunkan harga, tapi bisa dalam bentuk lain, seperti memberikan diskon pada konsumen. Dengar-dengar PT Pertamina sanggup memberikan diskon dimaksud, tetapi hanya untuk pengguna roda dua dan angkot. 

Nah, lebih baik jika diskon itu diberikan pada semua pengguna kendaraan bermotor, termasuk pengguna mobil pribadi, setidaknya dalam satu bulan paska penghapusan premium. Ini dengan maksud agar mereka tidak shock dengan pengeluarannya, mengingat selama pandemi Covid-19 pendapatan masyarakat turun lumayan signifikan. Diskon harga BBM bisa menjadi oase bagi sebagian kalangan yang menginginkan agar harga BBM (non subsidi) diturunkan, sebagaimana di negara-negara lain. Adil kan? ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun